Bromo, Mengejar “Sunrise” dari Puncak Penanjakan dengan Sepeda Motor

Bromo, Mengejar “Sunrise” dari Puncak Penanjakan dengan Sepeda Motor

27 Juni 2017, Kenangan yang tidak akan pernah terhapus

Willyam, si putih yang tak pernah lelah

Sudah menjadi kebiasaan, sebelum berpergian jauh aku selalu memanaskan mesin motorku yang terparkir di depan rumah. Motor berwarna putih yang aku beli secara kredit selama 2 tahun ini kuberi nama Willyam. Motor ini selalu setia mengantarku bekerja, travelling, bahkan pulang ke kampung halaman dari Jakarta ke Wonogiri dengan jarak tempuh 650 km yang memakan waktu selama 24 jam perjalanan.

Selembar kain kusam yang tergeletak di pojokan rumah ku ambil lalu aku usap-usapkan agar debu yang menempel di motor sedikit berkurang dan terlihat gagah.

Kudengar langkah kaki mendekatiku, aku sangat mengenali langkah itu.

“Tole, arep nyandi?” (Tole adalah sebutan untuk anak laki-laki yang masih muda, mau kemana?) Seorang wanita yang selalu dipanggil Bu Sumi ini telah membesarkanku dengan kasih sayangnya yang tak terhingga.

“Ajeng teng Bromo bu” (Mau pergi ke Bromo, bu) Kuhentikan aktivitasku dan kutatap ibu dengan senyuman, berharap ibu memberikan ijin.

“Dolan kok adohmen, mampiro nyang sawah lor kali sek, pamito karo bapakmu.” (Main kok jauh banget, mampir dulu ke sawah sebelah utara sungai, pamit dulu dengan bapakmu).

“Nggeh bu” (Iya bu) Kucium tangan kanannya, lalu kedua pipinya dan mengakhiri pertemuanku siang itu.

Singgah di Kediri, Menginap dan Makan Gratis

Aku, Hery, Agus, dan Nurdin

Rumah Hery menjadi titik awal perjalanan menuju Bromo. Rumah yang baru pertama kali aku datangi ini terlihat masih baru dengan halaman yang luas. Kulangkahkan kakiku kedalam rumah, lalu aku menuju ke sofa berwarna biru sesuai petunjuk Hery.

“Daleme pundi mas?” (Rumahnya mana mas?) tanya ibu Hery yang membawakan kami minuman aling-aling dan beberapa makanan ringan yang sudah ditata di meja. Pertanyaan yang sama juga diberikan kepada ke 3 temanku.

“Kulo Ngadirojo bu” (Saya Ngadirojo bu) jawabku singkat, disusul jawaban temanku yang lainnya.

Setelah berunding kami memutuskan mengambil jalur Trenggalek – Madiun – Kediri – Malang. Sesuai dengan Map, jika kami mulai perjalanan dari Wonogiri pukul 14.00 WIB, kami akan sampi di Kediri pukul 21.00 WIB.

Sampai di Kediri kami dijemput oleh temanku bernama Azis di Alun-alun Kediri. Azis adalah rekan kerjaku di Jakarta, seperti yang lainnya saat lebaran tiba dia pulang ke kampung halamannya.

Foto ini diambil di teras rumah Azis

Sesuai dengan rencana awal, kami akan bermalam di rumahnya. Ini adalah kedua kalinya aku menginap di sini. Tepatnya satu tahun silam, aku pernah menginap sebelum ke Gunung Kelud.

Rumah ini masih sama seperti pertama kali aku ke sini, rumah tua seperti bangunan jaman belanda “seketika kesan mistis terlintas di pikiranku”. Kamar mandinya terpisah, berada di belakang rumah dekat dengan kebun salak.


“Krekkkk krekkkk krekkkk” Tengah malam aku terbangun karena suara seperti orang sedang menimba air. Aku lekas pergi ke belakang rumah, kulihat seorang nenek berambut putih mengenakan daster di dekat sumur.

(Bersambung)

32 thoughts on “Bromo, Mengejar “Sunrise” dari Puncak Penanjakan dengan Sepeda Motor

  1. Ups…baru juga baca dan membayangkan serunya mengejar sunrise bromo via puncak pananjakan dengan sepeda motor, eh bersambung. Disegerakan ya kak menghalalkan si dia. Duuh, maksudnya episode selanjutnya ditunggu segera ya.

  2. Bromo.. oh Bromo.. ceritamu terhenti saat aku mulai bertanya-tanya.. ke mana arah langkah laju si Willyam.

    Dan membuatku galau seketika saat terhenti pada kata “bersambung”

    Really.. Really.. penulisnya bikin pembaca keki atau mungkin kezel ini mah..

    Memang sengaja dibuat menggantungkah hai Wilyam?
    Ceritamu ini..

  3. Lagi asik-asik baca ehh tiba-tiba kelar. Hahahaa. Eh tapi seru ini, pake bahasa Jawa, jadi melestarikan bahasa Jawa. Ditunggu kelanjutan tentang motoran di Bromo nya..

  4. Apa sih ini jebakan batman banget, kukira bakalan lihat gambar sunrise. Mana sunrisenya ih?
    Saran aja bang, yang percakapan bahasa jawabnya dikasih translet dong. Daku kan tak paham

  5. Owalahh…tak nteni lanjutane mas…mas..
    Ge’ moco, wis rampung

    Dan akupun membayangkan, yang blom terbiasa bahasa Jawa auto-roaming ini mesti…

  6. Hmm, ini belum klimaks udah bersambung kaak hehe.
    Belum nyentuh Bromonya yaa. padahal penasaran karena aku ke bromo naiknya jeep bukan motor hihi

  7. Lha..baru sampai Kediri rupanya ceritanya.
    Kediri mana , kak? Rumah ortuku 3 km an dari alu-alun, dekat terminal bis..lah malah pemgumuman kkwwk
    Ditunggu lanjutannya kenalan sama nenek berdaster di sumur itu ya

  8. Baru juga pemanasan sudah di stop..wah nanti mesti warming up lagi dong.
    Sepertinya traveling dengan motor asyik juga ya..lebih praktis. Sayang saya dan mantan pacar tidak ada yang bisa mengendarai motor

  9. Ini cerita dibikin berseri? Penonton kecewa… wkwkwk…
    Kalo dari berita di medsos, belakangan ini Bromo sering banget ada aliran air mirip seperti banjir. Padahal itu di hamparan pasirnya….

  10. Salfok juna bahasa jawanya oke banget.. nggak kayak eim yang jawa abal-abal ini.. wkwkkw..
    Btw ish ceritanya bikin tanggung.. lanjutin jun tanggung jawab.. hahaha..

  11. Kamu itu, mau nulis tentang mengejar suntise di Bromo atau mengejar nenek di sumur. Hah?!

    Sama coba itu bahasa Jawa apa artinya, aku ra ngerti. Ojolali yoo diartino ben podo ngerti hahaha

  12. Sumpah ini pengalaman seru abis. Saya selalu meremehkan Bromo dan langsung ngacir ke Semeru. Tapi, pas baca ulasan Kak Juna jadi kepingin.

    But first, saya belajar mengendarai motor dulu kali, ya.

  13. Laah bersambung.. duh kecewa hahaha… Bromo salah satu tempat yang menjadi tujuan jangka pendek saat ini, semoga bisa segera kesana aah.. Oiya kapan-kapan Wilyam kenalan sama Abbhideva ya, yang selalu menemaniku pecicilan ke mana-mana.. wkwkwk..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *