Malam ini aku membuka laptop lamaku yang usianya sudah lebih dari 10 tahun. Aku simpan laptopku di dalam almari karena laptop lamaku ini jarang aku pakai. Aku telah membeli laptop lain yang sering aku pakai saat ini.
Bayangkan saja, untuk sekedar menyalakannya dibutuhkan waktu sekitar 10 hingga 20 menit karena saking lama usianya. Aku suka laptop ini karena banyak kenangan yang aku simpan.
Di sini aku menemukan banyak foto-foto lamaku dengan keluarga, sahabat, dan kegiatan-kegiatan yang telah aku lakukan. Terkadang aku suka senyum-senyum sendiri melihat foto-foto zaman dulu.
Sesaat ingin kembali lagi ke masa-masa itu, ingin melakukan hal yang dulu belum sempat aku lakukan. Tapi apa boleh buat, waktu seakan terus berjalan, tapi seburuk apapun masa lalu, masih ada masa depan untuk memperbaiki kesalahan dan melakukan apa saja yang terlewatkan di masa lalu.
Selain folder foto yang aku buka, mataku tertuju dengan folder berjudul “Novelku”. Aku mulai membuka file yang berjudul “Kubis dan Wortel”. Sebuah Novel yang aku tulis sekitar tahun 2013 silam yang terakhir aku edit di tahun 2016.
Ternyata cukup lama juga Novel ini terdiam di laptop dan belum ada yang membacaya kecuali aku sendiri. Aku bahkan telah mengganti judulnya mungkin lebih dari 4 kali. Beberapa kalimat juga telah aku ganti berulang-ulang.
Kadang setelah membaca tiba-tiba ada yang kurang pas, lalu aku revisi. Bisa jadi kalimat yang dulu pernah aku hapus, lalu aku revisi, sekarang kembali lagi aku tulis seperti yang pertama. Beberapa tokoh juga sering mangalami perubahan, baik itu tokoh utamanya ataupun tokoh pembantunya sebelum aku menemukan nama yang pas untuk Novelku.
Novel ini pernah aku ikutin lomba di tahun 2016. Saat itu belum rejeki, karena tidak ada konfirmasi dari pihak panitia penyelenggara, otomatis Novelku belum layak untuk menang. Saat itu juga aku memutuskan untuk tidak membukanya lagi. Tulisanku mungkin tidak bagus, tapi aku selalu ingat “seburuk apapun tulisan kita pasti akan menemui pembacanya”.
Aku masih belum percaya diri dengan tulisanku sendiri, makanya aku tidak pernah mempublikasikannya. Tapi malam ini, setelah aku edit ulang aku memutuskan untuk memasukannya ke dalam Blogku. Jika kelak tidak ada yang membacanya, setidaknya masih ada istriku, anakku, cucuku atau penerusku, kelak aku berharap mereka membacanya.
Aku bahagia akhirnya bisa menyelesaikan Novel ini, tidak mudah memang membuat sebuah cerita yang panjang. Kesulitannya kadang di tengah jalan aku kehabisan ide. Kendalanya lagi saat kita ingin membaca ulang dibutuhkan waktu yang lama untuk memastikan tidak ada kesalahan. Jika terus mengulangi membaca tentunya akan menimbulkan rasa bosan.
Menulis mungkin bukan bakatku, tapi aku ingin mencobanya, setidaknya nanti aku punya karya untuk koleksi pribadiku.
Novel yang aku buat ini terkesan seperti drama, cerita film atau sinetron. Aku mempunyai keinginan besar, kelak Novel yang aku buat dapat di filmkan. He he he
Aku ingat kata-kata ini “bercita-citalah setinggi langit, jika kau gagal, kau akan jatuh di antara bintang-bintang”. Makanya aku selalu bermimpi besar, tapi mungkin usahaku yang kurang gigih. Semoga masih ada kesempatan untukku untuk terus belajar dan banyak membaca serta rajin menulis agar aku mampu menghasilkan karya yang lebih baik lagi.
SIPNOSIS
Judul: Kubis dan Wortel
Novel ini menceritakan tentang persahabatan antara 2 cewek. Namanya Silla, dia adalah gadis yang gendut tetapi memiliki paras yang cantik. Dia mendapatkan julukan Kubis dari sahabatnya yang bernama Lury. Lury sendiri terlahir dengan badannya yang bagus, cantik, tinggi, dan Silla sering memanggilnya Wortel. Mereka berdua bersahabat dari SMA hingga setelah lulus mereka bekerja di Hotel yang sama.
Pekerjaan mereka tidak sama, karena Silla bekerja sebagai Cleaning Service dan Lury sebagai Receptionist. Silla mempunyai hobi masak dan masakannya enak yang akhirnya diangkat menjadi Koki. Seorang Koki bernama Delon yang bekerja di hotel itu menyukai Silla. Dia cowok yang manis, humoris, dan lucu.
Bos di hotel itu juga suka dengan Silla, Namanya Nathan. Cowok ini masih single yang mempunyai ketampanan di atas rata-rata. Dia dikenal sebagai Bos yang galak di kalangan karyawan hotel itu.
Berbeda saat di sekolah, kebanyakan orang menyukai Lury, tapi kali ini 2 orang sekaligus hadir dalam kehidupan Silla dan menyukainya. Mungkin meraka nyaman dengan Silla karena sering bertemu. Menurut Delon dan Nathan, Fisik bukan segalanya, tapi rasa nyaman yang membuat mereka berdua menyukai Silla.
Delon memutuskan memilih kembali ke Bali. Dia tidak ingin sakit hatinya berlarut-larut kala dia tahu Silla lebih memilih Nathan. Menurut Delon, cinta yang sebenarnya dalah mengiklaskan orang yang dicintainya bahagia walaupun dengan orang lain.
Masalah lain terjadi saat Ibu Nathan justru tidak merestui hubungan Silla dan Nathan. Ibu Nathan tidak suka dengan Silla karena berbadan gendut.
Silla pergi ke Jakarta selama 2 tahun untuk menguruskan badannya. Banyak cara diet yang dia lakukan, tujuannya agar bisa diterima oleh Ibunya Nathan.
Saat Silla sudah berhasil menurunkan berat badannya, dia kembali ke Solo untuk menemui Nathan. Persabahatan mereka di uji saat Lury juga mencintai Nathan, bahkan sebelum Silla mengenal Nathan.
*** KUBIS & WORTEL ***
Bagian Cerita:
1.Besar Badanku semakin Menggila
2. Hari Pertamaku Bekerja
3. Apa yang Aku Rasakan Ini Cinta?
4. Dua Pangeran tampan
5. Ulang tahun ke – 27
6. Kesedihanku
7. Big Is Beautiful
8. Ikanku Mati, Pertanda Burukkah itu?
9. Hari Pernikahan
10. Ijinkan Aku Melihat Kebahagiannya
1. Berat Badanku Semakin Menggila.
Solo, Februari 2010
Mentari pagi perlahan memasuki ruangan kamar tidurku, tak lama menyengat sebagian tubuhku mulai dari ujung kaki hingga bagian wajah. Suara burung berkicau terdengar bersautan, lama-lama semakin keras. Panasnya sengatan matahari dan kicauan burung seakan tak terasa dan tak terdengar lagi saat selimut tebalku kutarik ke atas sampai menutup semua anggota tubuhku.
Saat itu yang kurasakan hanyalah kenyamanan dan kehangatan. Tiba-tiba suara keras yang hampir setiap hari aku dengar itu mengusik gendang telingaku.
“Ting ting ting, bubur ayam wareg, bubur ayam wareg, bubur ayam waregnya mbakyuuu”.
Pak Supardi namanya, tukang bubur ayam keliling yang berjualan di area komplek perumahanku. Bubur ayamnya dinamakan “wareg”, kalau dalam Bahasa Indonesia artinya kenyang. Porsi buburnya sangat banyak, ditambah lagi ayam suwirnya hampir memenuhi permukaan bubur. Pak Supardi juga sering memberikan tambahan krupuk gratis jika ada yang meminta lagi.
Suara piring yang dipukul dengan sendok oleh Pak Supardi itu semakin jelas dan mendekat tepat di depan rumahku. Mataku terbuka lebar, kuangkat selimut tebalku, kutatap jam dinding kamarku menunjukkan pukul 07.00 WIB. Aku kesiangan bangun lagi, alarm HP yang kuletakan di samping telingaku tidak bisa membangunkanku kali ini. Rencana lari pagi kali ini pun gagal, padahal lari pagi adalah salah satu rencana program dietku. Aku lebih memilih lari sebelum pukul 06.00 WIB agar jalanan tidak terlalu ramai.
Di pojok kamar tidurku sudah tersedia alat timbang yang selalu menemani hari-hariku. Aku bergegas menuju alat timbang yang kuletakkan di dekat lemari. Mataku melotot lebar seakan bola mataku akan jatuh saat jarum alat timbang itu mengarah angka 85 kg. Nah, itu berarti berat badanku naik lagi 1 kilo. Usaha dietku masih belum berhasil, karena mulutku tidak bisa berhenti makan.
Kubuka jendela kamarku, kutatap jauh kearah luar. Di sini, di kota Solo aku dilahirkan. Kota yang damai dengan budaya Jawa yang masih kental. Orang-orang yang ramah, santun, dan menjunjung tinggi adat ketimuran. Aku bangga bisa dilahirkan di kota ini, kota penuh sejarah, impian dan harapan.
Kulihat ke arah kanan, Ibu-ibu tetangga sebelahku sudah sibuk dengan aktifitasnya membuat batik tulis. Namanya Ibu Tari, yang dibantu oleh 2 pegawainya setiap pagi membuat batik di teras rumahnya. Setiap hari aku melihat motif batik yang berbeda-beda, cantik dilihatnya, bisa membuat mataku sedikit mendapatkan vitamin. Tak lama seorang anak perempuan mengenakan pakaian merah putih keluar dari rumahnya dan berpamitan untuk pergi ke sekolah.
Saat aku melihat ke arah kiri, ibu pedagang jamu gendong sudah berkeliling membawa dagangan jamunya. Kulihat juga bapak-bapak mendorong gerobak berisi sayuran untuk dijual keliling komplek.
Pagi ini semua orang sudah sibuk dengan aktifitasnya masing-masing, hanya aku yang masih malas-malasan di kamar. Seperti biasa, tak ada aktifitas yang bisa aku lakukan selain menjaga rumah dan setiap hari membaca koran di bagian lowongan pekerjaan untuk mencari informasi pekerjaan. Jadi sejak lulus sekolah aku berlangganan Koran. Setiap pagi koran sudah ada di meja teras depan rumahku yang diantar oleh tetanggaku yang bekerja sebagai penjual koran dan majalah.
Aku selalu membaca koran di teras rumah, ditemani secangkir teh manis dan gorengan yang aku goreng sendiri. Pagi ini aku membuat tempe mendoan dengan sambal kacang yang telah aku siapkan di mangkok kecil.
Semenjak Diet aku tidak lagi memesan bubur ayam wareg Pak Supardi. Gorengan dan teh manis memang bukan makanan yang dianjurkan untuk diet, tetapi perlahan aku akan mengurangi makan gorengan, tapi tidak pagi ini, mungkin besuk aku ganti dengan singkong rebus dan teh tawar. “he he he”
Tidak sabar aku langsung membaca bagian lowongan pekerjaan sebelum membaca informasi yang lain. Paling banyak lowongan untuk lulusan D3 dan SI yang dibutuhkan. Lulusan SMA seperti aku ini adanya lowongan menjadi SPG atau kerja di restoran dan rumah makan sebagai Waitress.
Aku sudah berkali-kali mencoba untuk melamar menjadi SPG, tapi belum ada perusahaan yang mau menerimaku bekerja. Mungkin karena badanku yang gendut ini yang mempersulit aku mencari pekerjaan. Dipanggil untuk sekedar test tulis atau interview saja tidak setelah melihat foto yang aku kirimkan.
Siang itu teman SMA ku sekaligus teman dekatku Lury menelpon. Dia memberitahu bahwa ada lowongan pekerjaan di Hotel tempat dia bekerja. Dia bekerja sebagai receptionist di Hotel tersebut. Lowongan pekerjaannya adalah sebagai cleaning service.
Kali ini aku harus mencobanya, karena hanya itu peluangku untuk mendapatkan pekerjaan. Aku tidak melanjutkan kuliah karena adik perempuanku sudah masuk SMA. Aku tidak mau membebani kedua orang tuaku. Aku berencana bekerja dulu dan melanjutankan kuliah dari hasilku menabung.
Aku mulai menulis surat lamaran hingga banyak kertas yang telah aku habiskan. Tidak sadar aku telah menggunakan 12 kertas Folio, tapi aku belum juga selesai membuatnya. Aku tidak mau gagal lagi kali ini, jadi aku ingin membuat surat lamaran pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Sudah cukup lama aku menganggur, kira-kira sudah 2 tahun setengah.
Jika dilihat dari nilai mata pelajaranku, sebenarnya nilaiku cukup bagus. Aku masuk 10 besar lulusan terbaik di SMA ku dulu. Banyak prestasi yang telah aku dapatkan, seperti juara 1 lomba masak di sekolah.
Kata teman-teman yang sering aku bawain makanan ke sekolah, makanan yang aku buat enak, dan itu salah satu penyebab aku suka makan. “he he he”
Aku juga Pernah menjadi Juara 2 lomba nyanyi dalam pentas seni yang diselenggarakan di sekolah. Aku juga pernah bergabung menjadi anggota OSIS di SMA ku dulu dengan jabatan menjadi Bendahara.
Sekalipun aku punya banyak prestasi dan nilai mapelku bagus, tapi masih saja sulit membuatku mencari pekerjaan. Andai saja besar badanku ini tak sebesar kulkas dua pintu, pasti banyak perusahaan yang bisa menerimaku. Padahal kalau dilihat-lihat, aku cantik juga kok.
Cantik saja tidak cukup untuk bisa diterima bekerja di perusahaan, mereka biasanya mencari wanita-wanita yang cantik, sexy, good looking, dan yang pasti fisiknya perfect, tidak seperti aku yang gendut ini.
Pukul 22.16 WIB aku telah menyelesaikan surat lamaran pekerjaanku. Aku masukan surat lamaran dan CV ke dalam amplop coklat, tak lupa sertifikat prestasi juga aku masukkan ke dalamnya sebagai bahan pertimbangan HRD nanti agar aku di terima.
Pagi harinya aku pergi ke rumah Lury untuk mengantar surat lamarannya. Jarak rumah kami dekat, kurang lebih hanya 1 kilo meter. Sesampainya di rumah Lury, kutekan tombol bell yang terletak di samping pintu rumahnya.
“Tetttt tetttt tetttt”. Berkali – kali aku pencet bel, tapi batang hidung Lury tak juga terlihat.
“Lury, thok thok thok!!!” Teriakku keras sambil menggedor pintunya.
“Iya, sebentar, kamu tuh kayak orang kesurupan saja, pagi-pagi sudah teriak-teriak, berisik tahu!”, Lury datang lalu membukakan pintu.
“Kamu juga sih, sudah tahu ada puteri cantik di luar rumah, bukannya buru-buru dibukain pintu, malah didiemin kayak nasi basi aja!” Aku yang langsung masuk ke rumahnya dan menuju ruang tamu.
“Iya maaf tuan puteri, aku tadi di toilet, jadi gak dengar kalau ada Kubis datang”, Setelah menutup pintu, Lury duduk di dekatku.
Lury terkadang memanggilku “Kubis”, jadi itu adalah julukanku yang melambangkan tubuhku saat ini, bulat dan besar. Kalau aku sering memanggil Lury “Wortel”, ya karena badannya yang ramping ala model, kayak wortel.
“Gimana, sudah jadi surat lamarannya?” Tanya Lury padaku saat aku duduk di Sofanya yang berwarna Biru muda.
“Sudah, ini aku bawa”, Aku memberikan surat lamaran itu., yang baru saja aku keluarkan dari tasku.
“Ya sudah, ini aku simpan dulu, besuk aku kasih HRD di Hotelku”, Lury berdiri dan meletakkan surat lamaranku di atas lemari.
“Badan kamu Sil, makin menggila aja deh, kayaknya baru 1 hari gak ketemu. Kamu tambah sebesar ini. Diet dong Kubis, biar kayak wortel nih, sexy, ha ha ha”, Canda Lury sambil menertawaiku.
“Ahh kamu ngledek aja, iya nih usaha dietku belum berhasil. Aku belum bisa mengurangi banyak makanan. Kamu tahu sendiri kalau ada makanan, aku tuh bawaannya pingin makan terus, ditambah lagi aku yang jago masak ini,” Aku pasang muka sombongku sambil kuangkat kedua alisku.
“Iya deh yang jago masak, ya sudah mumpung aku lagi libur, gimana kalau kita masak bareng, sekalian kamu ajarin aku masak. Tahu sendiri, cowok-cowok jaman sekarang suka cewek yang pintar masak Kubis, ha ha ha”, Lury tertawa lebar.
“Benar-benar”, Kataku mengangguk-angguk ikut tertawa.
Kami menuju ke dapur, memasak bersama sambil ngobrol dan bercanda. Lury orangnya sangat baik, dia dulu yang selalu bersamaku di sekolah. Dia satu-satunya sahabatku di sekolah, karena tidak banyak orang yang mau menerimaku sebagai sahabat mereka. Tapi Lury tulus mau menjadi sahabatku tanpa memandang fisik.
Dia selalu menolongku, apalagi kalau ada orang yang mengejekku, dia orang pertama yang datang membantuku. Dia termasuk salah satu cewek tercantik di sekolah. Dia pernah juara satu pemilihan putri tercantik di sekolah. Dia itu cantik, rambutnya terurai panjang. Tingginya 170 cm, badannya bagus, pokoknya kayak bintang sinetron gitu deh.
Dulu dia pernah ditawarin menjadi model, tapi dia tidak mau menerimanya, dengan alasan dia takut masuk pergaulan bebas. Dia termasuk orang yang pekerja keras. Pagi hari dia bekerja di hotel, malam harinya kuliah ambil jurusan sekretaris disalah satu perguruan tinggi swasta di kota Solo. Aku terkadang ngiri sama dia, seakan dia punya segalanya, tapi aku banyak memiliki kekurangan.
Aku selalu berpikir akan menggunakan semua kekuranganku dan menjadikannya kelebihanku. Semua orang punya kekurangan, tapi pasti punya kelebihan, itulah yang selalu aku tanamkan pada diriku.
Waktu aku masih sekolah dulu, banyak cowok-cowok yang mendekati Lury, dan ingin jadi kekasihnya. Semua cowok ditolak karena Lury tidak ingin berpacaran dulu. Tapi kalau aku justru dijauhi sama cowok-cowok itu, tak ada satupun yang berusaha mendekatiku walau hanya sekedar untuk kenalan. Melihat saja tidak mau lama-lama, apa lagi mau kenalan. Mereka mungkin malu kalau jalan sama cewek gendut seperti aku.
Badanku dulu kurus waktu aku masih kanak-kanak, tapi mulai membesar saat aku beranjak masuk SMP. Aku hanya tinggal di rumah sendiri, karena kedua orang tuaku merantau ke Jakarta. Mereka hanya pulang setahun sekali, tapi kalau mereka kangen sama aku, setahun bisa sampai 3 kali. Jika liburan sekolah aku juga mengunjungi mereka di Jakarta.
Karena hidup sendiri, aku dituntut orang tuaku untuk pandai memasak. Aku diajari cara membuat banyak masakan. Akhirnya aku berhasil membuat resep-resep baru. Aku setiap hari masak, dan semua makanannya aku habiskan sendiri setelah memasak, tapi kadang aku juga berbagi dengan Ibu Tari pengrajin batik tetanggaku.
Sore pun tiba, karena keasyikan ngobrol dengan Lury, waktu terasa sangat singkat. Aku dan Lury telah selesai membuat sayur Lombok, ikan teri goreng, dan sambal tomat. Setelah makan masakan yang kami buat, aku minta ijin ke Lury untuk pulang ke rumah.
*** *** *** *** ***
Selang waktu dua hari aku ditelpon pihak HRD hotel tempat Lury bekerja. Aku dipanggil untuk melakukan test tertulis dan interview. Aku sangat senang karena akhirnya dapat panggilan. Aku loncat-loncat kegirangan di atas kasur berkali-kali.
Aku terhenti saat mendengar suara kayu yang retak. Pikiranku langsung tertuju pada ranjang tempat tidurku. Kulihat memang sedikit retak, tapi ini bukan masalah yang besar, lain kali aku tidak akan melakukan ini lagi, kecuali nanti kalau berat badanku sudah turun.
Pagi harinya Aku datang ke Hotel dengan pakaian yang rapi. Baju lengan panjang warna biru dipadu dengan rok hitam di atas dengkul dan sepatu hitam. Kurang nyaman untuk dipakai, tapi aku ingin berpenampilan rapi ketika bertemu HRD. Aku juga semprotkan parfum kesukaanku aroma mawar, dan sedikit lipstick warna merah.
Walupun aku hanya melamar menjadi cleaning service, setidaknya pagi itu aku bisa tampil cantik agar bisa menjadi pertimbangan untuk diterima kerja nantinya.
Sesampainya di hotel, aku langsung melakukan serangkaian test. Aku lihat tidak ada orang selain aku di ruangan itu. Mungkin hanya akulah pelamar satu-satunya hari itu. Maklum jarang banget cewek yang mau bekerja sebagai cleaning service.
Setelah aku melakukan test tulis aku melakukan test interview. Banyak hal yang ditanyakan tentang diriku, lagi-lagi termasuk berat badanku. Aku sempat meyakinkan kalau jangan melihat seseorang itu dari fisiknya saja, tapi lihatlah juga kemampuannya. Saya memang orang gendut, tapi saya orang yang ulet, bekerja keras dan bertanggung jawab.
Setelah satu jam aku melakukan test tulis dan interview, aku dipersilakan untuk pulang ke rumah dan menunggu hasilnya dalam waktu maksimal 3 hari. Jika dalam dua hari aku tidak dipanggil, berarti aku tidak diterima bekerja.
*** *** *** *** ***
Dua hari berlalu, aku tidak juga mendapatkan panggilan kerja. Aku menelpon Lury dan mempertanyakan hal ini. Lury berjanji akan menanyakannya kepada pihak HRD.
HRD bilang badan aku terlalu gendut, dia tidak yakin kalau aku bisa bekerja dengan baik. Orang yang menjadi cleaning service nantinya akan diperuntukan khusus membersihkan ruangan Direksi hotel tersebut, sekaligus menjadi Office Girl yang melayani Bos pemilik Hotel. Jadi HRD mencari kandidatnya benar-benar yang terbaik.
Lury berusaha membujuk HRD hotel itu. Akhirnya HRD menelponku dan mengatakan bahwa aku diterima kerja, tapi aku akan menjalani masa uji coba selama 1 minggu. Aku seneng banget, akhirnya ada perusahaan yang mau menerimaku bekerja.
Setelah dapat telepon dari HRD, aku langsung menceritakannya kepada Lury. Dia bilang jangan sampai aku terlambat kerja, soalnya HRD hotel itu lumayan galak.
2. Hari Pertamaku Bekerja
Senin pagi itu hari pertamaku mulai bekerja, tapi lagi-lagi aku kesiangan. Setelah mandi aku langsung berangkat menggunakan sepeda motor maticku. Karena takut terlambat aku mengendarai motor sangat kencang, kecepatannya hampir mendekati 100 km/jam.
Di tengah perjalanan aku melewati genangan air sisa air hujan semalam. Cowok yang sedang telepon di pinggir jalan itu sontak memanggilku. Aku pun putar balik dan menghampirinya.
“Hati-hati dong!!! Lihat, pakaianku jadi basah kena air!” kata cowok itu yang lagi memesan air mineral kepada bapak-bapak yang berjualan di pinggir jalan.
“Maaf Mas, saya tidak sengaja, saya buru-buru takut terlambat masuk kerja. Ini hari pertama saya masuk kerja Mas. Sekali lagi saya minta maaf”, Kataku pelan tidak berani lama-lama menatapnya.
“Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus tanggung jawab!!!”, Nada itu terdengar sangat keras sampai menembus gendang telingaku.
“Begini aja, ini ada sedikit uang buat ganti rugi mas”, Aku menaruh uang di sakunya dan pergi meninggalkan cowok itu.
“Hey gendut jangan pergi kamu!!!”. Aku tak lagi menghiraukan perkataanya, aku segera melaju sangat kencang.
*** *** *** *** ***
Pukul 08.30 WIB Aku baru sampai di hotel, itu berarti aku sudah terlambat karena harusnya aku masuk tepat pukul 08.00 WIB. Aku berlari menuju ke ruangan HRD, terlihat Ibu Tasya selaku HRD sudah cemas menunggu kedatanganku.
“Selamat pagi bu, maaf saya terlambat”, aku hanya menunduk karena ketakutan.
“Akhirnya kamu datang juga! jam berapa ini? kamu baru pertama kali masuk kerja sudah terlambat! kamu niat bekerja atau tidak sebenarnya!!” Bentak Ibu Tasya keras, matanya melototiku dan kedua tangannya sambil mengepal ala petinju kelas dunia yang ingin memukulku”.
“Maaf bu, saya tadi ada sedikit masalah di jalan”, perlahan aku mulai memberanikan diri menatap wajahnya yang terlihat menakutkan.
“Oke, kali ini kamu saya maafkan, tapi kalau lain kali kamu terlambat lagi, maaf mungkin ini bukan tempat yang cocok buat kamu”, dia berdiri, dan mengarahkan telunjuk tangan kanannya tepat di depan wajahku.
“Iya bu, saya janji tidak terlambat lagi”, kataku pelan karena masih takut, hingga kaki kananku bergetar seakan ada yang menggerakkanya.
“Kamu tunggu di sini, Ibu akan segera kembali”, Ibu Tasya meninggalkan ruangannya.
“Gara-gara cowok yang marah-marah di jalan tadi, aku jadi terlambat kerja dan dapat teguran dari HRD. Awas aja kalau aku ketemu lagi sama dia, gantian aku yang ngomelin cowok itu”, kataku dalam hati.
Tak lama kemudian Ibu Tasya datang dan memperkenalkanku dengan pekerja cleaning service yang lain. Dia juga memberikan seragam kerja yang baru untukku. Baju lengan pendek dan celana panjang warna abu-abu.
Ibu Tasya juga memperingatkanku supaya berhati-hati dalam bekerja. Dia berpesan agar memberikan pelayanan yang baik, khususnya untuk pimpinan hotel tempat aku bekerja itu.
Sebelum aku bekerja, aku menuju ke ruang ganti dan mengganti pakaianku dengan pakaian yang diberikan Ibu Tasya. Sedikit kesempitan dan susah buatku untuk bernafas, tapi tidak jadi masalah, karena hanya ini ukuran yang paling besar. Di kamar ganti aku berkenalan dengan Ayu, dia nanti yang akan mengajariku selama masa percobaan 1 minggu.
“Hey”, sapaku ke Ayu.
“Iya Sil, sudah siap belum?”, tanyanya dengan tersenyum.
“Sudah mbak”. jawabku sambal merapikan bajuku yang kesempitan.
“Panggil saja Ayu biar lebih akrab, lagian kan kita masih seumuran”. jelas Ayu.
“Baju kamu kekecilan ya? kalau gak nyaman mending dilepas aja”, tanya Ayu yang terus memperhatikan pakaianku yang kekecilan.
“Bukan bajunya yang kekecilan Yu, mungkin aku yang kegedean buat baju ini, nanti lama-lama juga melar”, aku masih sibuk menarik-narik bajuku.
“Ha ha ha, kocak juga kamu. Ya sudah, sekarang kita mulai bekerja”, Ayu keluar dari ruang ganti.
“Siap”, aku mengikuti Ayu pergi.
Pekerjaan yang pertama kali aku lakukan adalah membersihkan ruangan lobby bersama Ayu. Dari sini aku melihat Lury di bagian resepsionist tersenyum dan menunjukan kedua jempol tanggannya sebagai isyarat “good job”.
Dia terlihat sangat cantik, dengan rambut yang digulung ke atas dan pakaian seragam yang pas dengan tubuhnya, beda banget sama apa yang aku pakai.
Dulu kita pernah berharap bisa kerja dalam satu tempat agar bisa saling bekerja sama. Kenyataannya kami sekarang juga dalam satu tempat kerja, tapi tidak bisa saling bekerja sama, karena dia lebih beruntung dari pada aku.
Aku kemana-mana bawa kain pel, tapi kalau Lury bawa Bolpoin. Ya sudahlah, nasib kita sudah ditentukan, yang bisa kita lakukan hanyalah berusaha dan berdoa agar bisa menjadi lebih baik dari apa yang selama ini kita kerjakan. Kalau kita bersungguh-sungguh menekuni apa yang kita lakukan, pasti kita akan dapat hasil yang maksimal juga.
*** *** *** *** ***
Aku diajarkan Ayu cara membersihkan lantai Lobby sebelum aku membersihkan ruangan Direksi. Dia sangat sabar mengajariku bekerja, banyak hal yang dia ajarkan. Baru sebentar aku mulai membersihkan lantai, tiba-tiba aku kebelet pingin ke kamar mandi.
Sebelum aku sampai di kamar mandi, aku ketemu cowok yang tadi pagi terkena air di tengah jalan.
“Kamu! gara-gara kamu aku terlambat kerja, dan aku dimarahi sama Bosku!” aku membentaknya keras.
“Apa-apaan kamu ini! yang seharusnya marah itu aku, ini lihat bajuku! terus kenapa kamu ngasih aku uang? kamu pikir aku pengemis?” cowok itu menunjukan uang yang aku kasih.
“Sudah-sudah, aku lagi buru-buru!”, karena aku sudah pingin buang air, aku langsung meninggalkannya, aku tak memperdulikannya sekalipun dia karyawan di hotel itu.
“Tunggu! awas kamu ya!”, Lagi-lagi aku tak menghiraukan perkataannya dan terus berjalan menuju kamar mandi.
Setelah dari kamar mandi, aku ceritakan semua kepada Ayu. Aku mulai menceritakan kejadian pagi itu, kalau aku ketemu cowok nyebelin. Ayu pun tertawa terbahak-bahak mendengar kejadian itu. Tak lama aku ngobrol dengan ayu, Ibu Tasya datang memberitahu bahwa bos hotel itu sudah datang. Aku harus membawakannya minuman sekaligus membawakan kemeja ke ruangannya.
Kopi telah selesai aku buat, tidak terlalu panas dan tidak terlalu manis, itulah kesukaan Pimpinan hotel itu kata Ayu. Sebelum aku, Ayu yang menggantikan sementara sebelum HRD mendapatkan Office Girl yang baru. Akhirnya akulah yang beruntung menggantikannya. Tapi Ayu selalu dapat teguran karena kopinya tidak sesuai yang diinginkan.
“Ayu aku deg-degan, gimana nanti kalau bos tidak suka sama kopi buatanku,” aku meletakan secangkir kopi di nampan kayu.
“Berdoalah dulu Sil, semoga bos suka sama kopi buatanmu. Kamu tahu gak? hampir setiap pagi aku diomelin Sil, ha ha ha,” tawa Ayu meledek.
“Ayu, aku takut”, kataku cemas.
“Dia menakutkan Sil, kalau binatang darat, dia itu rajanya hutan, alias singa. Tapi kalau binatang laut dia itu ikan hiu, ha ha ha”, Ayu terus menakuti .
“Tapi Sil, kalau kamu takut, tatap aja wajahnya, dia ganteng banget. Jadi ketakutan kita akan hilang kalau udah lihat muka gantengnya”, kata Ayu dengan membayangkan wajah bosku dengan menari-nari dan senyum sendiri.
“Ah kamu malah becanda terus”, lihat nih tanganku gemetaran.
“Sudah sana, tar kalau kelamaan dia tambah marah”, Ayu mendorongku keluar.
Aku berjalan tegak dan penuh percaya diri menuju ruangan bos di hotel itu. Kopi dan kemeja yang aku bawa seakan merupakan senjata perang yang telah aku siapkan untuk menghancurkan musuh. Karena semangatnya, aku lupa mengetuk pintu. Aku langsung buka pintu ruangan bos, terlihat dari belakang cowok berkulit putih sedang melepaskan kemejanya.
“Siapa itu! bisa gak kalau mau masuk ketuk pintu dulu?” dia masih berpaling badan dan mengenakan kembali kemejanya.
“Maaf pak, saya lupa”, kataku lirih minta maaf dengan rasa penasaran ingin melihat wajah gantengnya seperti yang diceritakan Ayu.
Tak lama dia memutar badannya, dan taukah kalian siapa yang aku lihat?
Aku sangat terkejut, seakan mau pingsan, seluruh anggota badanku kaku dan terasa mau copot satu persatu. Rasa penasaran ingin melihat wajahnya berubah menjadi rasa ketakutan, karena yang aku lihat adalah cowok nyebelin tadi pagi.
Ternyata dia adalah Bosku!! betapa malu dan takutnya aku saat itu.
“Kamu lagi! Kenapa pagi ini aku ketemu kamu 3 kali, dan kamu selalu membuat aku kesal! terus kenapa kamu di ruanganku?!” Matanya melotot dan menunjukku.
“Maafkan saya Pak, saya tidak sengaja. Saya tidak tahu kalau bapak pimpinan di hotel ini. Saya Office Girls yang baru pak, ini saya bawakan kopi dan kemeja pesanan Bapak”.
Aku tak berani melangkah, hanya berdiri kaku seperti patung dengan membawa nampan lengkap dengan secangkir kopi yang aku letakkan di tangan kiriku dan kemeja di tangan kananku. Tidak berani sedikitpun aku menatapnya.
“Apa kamu bilang? maaf? enak sekali kamu cuma minta maaf!!” dia mulai duduk di kursi kerjanya.
“Saya akan melakukan apa saja pak untuk menebus kesalahan saya,” perlahan aku mencoba mendekat ke meja kerjanya.
“Ini pak kopinya,” karena terlalu bersemangat dan masih takut, kopi yang ingin aku taruh di atas meja tumpah dan mengenai baju bos itu.
“Kamu ya!! kamu sengaja kan pingin mencelakaiku!!” dia mencoba berdiri dan menjauh dari tumpahan air kopi.
“Maaf, maafkan saya pak,”aku pun menggambil tisu lalu membantunya.
“Hentikan, sudah-sudah! Kamu cepat pergi dari ruangan saya, atau kamu saya pecat sekarang juga!”.
Karena ketakutan, akupun langsung meninggalkan ruangan Bosku itu. Aku berlari kencang seperti dikejar-kejar anjing. Sampai di dapur, kuceritakan semua kejadian tadi ke Ayu.
“Udah Sil, Pak Nathan emang begitu orangnya, tapi dia baik kok. Kamunya juga sih yang salah,” Ayu mulai duduk di dekatku.
“Aku kan gak sengaja Yu, Pasti aku bakalan dipecat, padahal aku butuh banget pekerjaan ini.” air mataku mulai menetes, kusandarkan kepalaku ke badan Ayu.
“Percaya sama aku Sil, kamu gak bakalan dipecat,” Dia mengelus-elus pundakku.
“Kamu yakin Yu?” tanyaku penuh keraguan.
“Iya yakin dua ratus persen,” Ayu berusaha menyemangatiku.
Selang beberapa menit, Ibu Tasya dipanggil ke ruangan Bosku. Dia minta aku dipecat hari itu juga karena dia sudah kesal dengan kelakuanku. Ibu Tasya mencoba merayu Bosku agar tidak memecatku, karena tidak ada Office Girls pengganti yang lain. Akhirnya akupun tak jadi dipecat, tapi dengan catatan aku tidak melakukan kesalahan lagi.
Sore itu aku berjalan ke ruangan meeting untuk membersihkan ruangan itu. Lagi-lagi aku bertemu dengan Pak Nathan Bosku, dan tak sengaja aku menabraknya. Kertas yang dibawanya jatuh berceceran. Dia terlihat sangat marah.
“Kamu lagi!!!” wajahnya memerah dan melototiku.
“Maaf pak,” aku berusaha mengambil kertas-kertas itu lalu membereskannya.
“Kenapa kamu selalu muncul dihadapanku dan membuat ulah! Kamu pasti sengaja lakuin ini semua!”
“Tidak-tidak pak, saya tidak sengaja, saya benar-benar minta maaf,” aku memberikan kertas-kertas itu.
“Sudah sana pergi, awas kalau kamu muncul lagi di hadapanku,” dia membawa kertas-kertas itu lalu pergi dengan sangat emosi.
Hari pertamaku bekerja benar-benar gagal total. Semua tidak berjalan seperti apa yang aku harapkan. Dan di hari pertama itu pula aku mendapat surat peringatan 1 dari pihak HRD. Aku terus memikirkan bagaimana caranya agar Pak Nathan memaafkanku. Dia pasti sangat membenciku.
Aku menelpon Lury sahabatku, dan menceritakan semua kejadian hari itu serta meminta solusi. Ternyata dia sudah mendengar dari karyawan yang lainnya. Dia mengatakan kalau kejadian yang aku alami sudah menyebar ke semua karyawan hotel.
Begitulah, berita apapun kalau tentang kejelekan seseorang akan cepat beredar dari mulut ke mulut. Tapi jika berita itu baik, kadang terhenti begitu saja, dan susah meyebarnya. Bahkan satu kesalahan kita akan selalu diingat orang, dibandingkan seribu kebaikan yang kita lakukan.
Lury bilang kalau pak Nathan memang orangnya agak galak, judes dan angkuh. Tapi sebenarnya orangnya baik, asalkan kita bekerja dengan sungguh-sungguh di hotel itu, pasti karyawannya diberi hadiah atau penghargaan.
Aku sedikit merasa lega setelah mendengarkan omongan Lury, setidaknya masih ada harapan aku bisa dimaafkan Pak Nathan. Malam ini alarm HPku telah aku pasang pukul 05.00 WIB, berharap aku bisa terbangun dan tidak terlambat lagi untuk bekerja.
Sebelum matahari terbit dan burung-burung berkicaun aku sudah bangun. Kali ini aku lebih dulu bangun daripada mereka. Aku bergegas mandi lalu memasak untuk sarapan pagi. Setelah selesai sarapan aku pergi bekerja dan seperti biasa aku mengendarai sepeda motor Maticku.
Sepeda motor maticku inilah satu-satunya kendaraan pribadiku. Setelah beberapa menit aku panaskan mesinnya, sepeda motor maticku siap membawaku bekerja. Tidak lupa aku membersihkan dengan kanebo agar terlihat cantik. Warna sepeda motorku ini merah, yang aku hiasi stiker bunga mawar di bagian depannya.
Di tengah perjalan aku melihat mobilnya Pak Nathan terparkir di pinggir jalan. Terlihat dia sangat cemas, sesekali membuka mesin mobilnya. Aku ingin mendekat, tapi takut kena omelannya lagi. Tapi aku kasian melihatnya, mungkin saja aku bisa membantunya. Tanpa berpikir panjang aku menghampirinya.
“Pagi pak Nathan,” sapaku sambil melepas helm putihku bermotif bunga mawar.
“Ya ampun, kamu lagi! kamu lagi! belum puas cari masalah denganku! sudah sana pergi, aku gak mau lihat muka kamu pagi ini!!” Pak Nathan memalingkan wajahnya, dia seperti melihat kotoran sapi, dia sangat jijik melihatku.
“Mobil Bapak mogok? bagaimana kalau bapak naik motor saya saja,” aku mencoba menawarkan bantuan, aku terus melihat wajah tampannya.
“Apa?! saya naik motor kamu, jangan harap ya!! Apa kata orang-orang nanti! Mendingan aku naik Taxi!” dia belum mau memalingkan mukanya, masih sibuk melihat mesin mobilnya.
“Ya sudah kalau bapak tidak mau bareng. Cuma ngingetin aja ya pak, di sini jarang ada taxi lewat,” aku pergi ke arah motorku.
“Tunggu-tunggu, pagi ini aku ada meeting penting. Hpku juga kehabisan baterai. Ya sudah aku ikut kamu saja,” Pak Nathan mengambil tas di mobilnya dan mendekatiku dengan muka berkeringat.
“Serius pak? tadi katanya gak mau,” aku pasang muka sedikit cuek.
“Itu kan tadi, sekarang udah beda lagi. Ayo buruan, nanti aku telat meeting!”
“Baik Pak, Bapak silahkan di depan,” aku turun dari sepeda motorku.
“Enggak-enggak, kamu aja yang di depan, aku gak bisa naik sepeda motor.”
“Bapak tidak bisa naik motor? ha ha ha,” aku ketawa meledeknya.
“Berani ya kamu ngetawain aku! ayo buruan! tapi pelan-pelan saja, aku takut naik motor,” Pak Nathan mulai menaikki motorku dengan hati-hati.
“Tenang aja pak, saya sudah biasa naik sepeda motor, saya jamin bapak selamat sampai tujuan,” aku tancap gas sepeda motor maticku.
Di tengah perjalanan Pak Nathan hanya diam saja, sesekali dia pegang pundakku karena takut jatuh. Aku hanya bisa tersenyum dan senang bisa boncengin dia, karena ini momen yang sangat langka. Pak Nathan masih trauma untuk naik sepeda motor, karena dulu saat masih SMP pernah terjatuh saat latihan. Semenjak kejadian itu dia tidak pernah mencobanya lagi.
Akhirnya kami sampai di hotel, Pak Nathan minta diturunkan agak jauh dari pintu masuk hotel. Dia mungkin malu dengan karyawan hotel jika ketahuan naik motor dan ikut bersamaku.
“Aku turun sini saja, tapi jangan harap urusan kita sudah selesai ya. Aku belum memaafkan kamu!” Pak Nathan mulai turun dari motorku.
“Iya Pak, saya akan memperbaikki kesalahan saya,” Pak Nathan berjalan menuju pintu masuk hotel tanpa menghiraukanku lagi.
3. Apa yang Aku Rasakan Ini Cinta ?
Sore itu aku pulang bareng dengan Lury, tapi sebelum sampai rumah kami mampir dulu di angkringan untuk makan.
“Monggo-monggo ndok, mau pesan apa?” seorang wanita mendekati kami. Rambutnya disanggul, mengenakan baju kebaya dipadu dengan jarik sebagai bawahannya.
Namanya Mbok Minah, dia adalah penjual angkringan. Di kota Solo dikenal dengan “HEK” yang menjual aneka makanan seperti nasi kucing, gorengan, sate usus, sate ampela, wedang jahe, dan masih banyak lagi. Mbok minah tidak sendiri berdagang, melainkan ditemani suaminya Pak Parmin yang bertugas membuat minuman dan membakar pesanan makanan agar hangat.
“Aku nasi kucingnya 1, terus tempe goreng 1, burung daranya 1 sama teh anget mbok. Dibakar dulu ya Mbok tempe sama burung daranya”. Lury mulai memesan duluan.
“Kalau Neng Silla pesan apa?”
“Seperti biasa Mbok, nasi kucingnya 3, gorengan 3, sate usus 2, sate telur 1, sate keong 2, sama jahe anget ya Mbok. Hari ini capek, pingin makan banyak, jadi pesannya banyak Mbok.” aku masih melihat-lihat makanan yang lain.
“Halah biasanya juga segitu makannya,” potong Lury.
“Ha ha ha, iya juga sih, jadi malu aku Lur sama Mbok Minah,” aku sebenarnya masih pingin pesan sate kulit, tapi karena malu sama Lury aku letakkan lagi satenya.
Kami duduk lesehan di samping gerobak angkringan Mbok Minah beralaskan tikar anyaman. Angin sore sedikit menyejukan sore itu, asyiknya lagi kendaraan tidak terlalu ramai berlalu-lalang. Aku tiduran sebentar sambil menunggu pesanan datang. Kuletakkan kepalaku di tas kecilku lalu mulai mengobrol dengan Lury.
“Kubis, gimana Pak Nathan hari ini, katanya kamu mau cerita, dia kenapa?”, Tanya Lury penasaran.
“Kamu pasti gak bakalan percaya wortel, aku tadi boncengin Pak Nathan,” aku ketawa kegirangan lalu bangun dan menepuk- nepuk pipi Lury.”
“Serius kamu? kok bisa?” dia menatapku dengan pandangan kosong seakan tak percaya.
“Iya, tadi di tengah jalan mobilnya mogok, ya sudah aku tawarin bantuan. Dia mau Lur, tapi lucunya Pak Nathan gak berani naik sepeda motor, jadi aku yang di depan.” sambil cerita aku ingat saat Pak Nathan memegang pundakku, rasanya deg-degannya masih terasa saat itu.
“Ha ha ha, tampangnya aja yang galak Lur, tapi Pak Nathan takut naik motor .” jelasku lagi.
“Terus gimana, dia udah gak marah lagi sama kamu?” Lury bertanya sambil berdiri mengambil kerupuk kelinci di gerobak Mbok Minah.
“Masih tetap kayak kemarin-kemarin, galaknya itu lho, kayaknya udah bawaan dari lahir,” aku ikut makan kerupuk yang diambil Lury dan terus berbicara.
“Lagi pada ngomongin apa to, rame tenan. Ini sudah siap pesanannya, ayo dimakan, Mbok Minah tinggal dulu ya,” Mbok Minah datang membawa semua yang kami pesan.
“Iya Mbok, terima kasih,” jawabku barengan dengan Lury.
Di angkringan inilah aku dan Lury sering ngobrol bareng. Jika malam tiba, banyak anak-anak muda nongkrong di sini. Rasa masakan Mbok Minah serta harganya yang murah membuat angkringan Mbok Minah lebih ramai dikunjungi dari pada angkringan yang lain. Di tempat ini ada 5 angkringan yang berdekatan dengan angkringan Mbok Minah, serta ada 1 tenda berjualan pecel ayam.
*** *** *** *** ***
Sejak Pak Nathan aku boncengin, dia selalu ada dalam pikiranku. Wajahnya yang tampan selalu muncul bahkan saat aku memikirkan makanan-maknan yang aku sukai. Aku mulai bertanya-tanya dalam hati, apa ini yang namanya jatuh cinta? Tapi tidak seharusnya cleaning service gendut kayak aku berharap bisa dicintai Pak Nathan, seorang Bos pemilik Hotel yang kaya raya. Dia bisa dapetin cewek cantik yang dia inginkan sekalipun. Pikiranku sudah mulai ngawur nih!!!! buang jauh-jauh pikiran ini Tuhan.
*** *** *** *** ***
Siang itu aku dipanggil ke ruangan Pak Nathan. Sebelum aku menuju ke ruangannya, aku buatkan kopi lalu membawakannya saat itu juga. Aku berharap ini bisa membuat pak Nathan memaafkanku.
“Siang pak, ini kopinya, tidak terlalu panas dan tidak terlalu manis,”Aku meletakkan di mejanya dengan hati-hati, karena aku takut kejadian kemarin terulang.
“Sil, ingat ya, aku belum memaafkan kamu. Ya sekalipun kamu sudah menolongku, dan akhirnya aku tidak terlambat meeting dengan klien pagi ini.”Pak Nathan masih sibuk dengan dokumen-dokumen di mejanya tanpa melihat ke arahku.
“Iya Pak, saya harus bagaimana supaya bapak memaafkan saya,” aku menunduk ketakutan.
“Gini aja, kalau kamu mau aku maafkan, kamu harus menemaniku makan malam di restoran malam ini,” dia menatapku pelan dan sedikit senyum manis terpancar dari wajahnya, mungkin ini pertama kalinya aku melihat Pak Nathan tersenyum.
“Bapak ini serius?” aku juga menatapnya penuh harapan.
“Kamu Pikir aku pembohong, pokoknya aku tunggu kamu di restoran malam ini. Kalau kamu gak datang berarti kamu dipecat.”
“Iya, iya pak, saya pasti datang,” aku mangangguk keras.
Aku tersenyum bahagia saat ke luar ruangan. Aku seperti mendapat hadiah uang jutaan rupiah, tapi kalau suruh memilih antara uang atau Pak Nathan, aku lebih memilih makan malam dengan Pak Nathan.
Aku bingung harus pakai apa malam itu, satu-satunya cara adalah menemui Lury dan meminta pendapatnya.
“Wortel, Wortel, Wortel,” aku berlari menemuinya dan memeluknya”
“Kamu kenapa Kubis? girang banget, lagi dapat tip dari tamu ya?” tanya Lury padaku dengan heran.
“Enggak Lur, aku mau diajak Pak Nathan makan malam hari ini.”
“Beneran? Aku saja yang sudah lama bekerja di sini belum pernah diajakin makan malam. Suka kali Pak Nathan sama kamu,” Lury mulai meledek.
“Ah ngaco kamu, ceritanya panjang, nanti aku ceritain. Wortel, aku bingung mau pakai baju apa nanti malam, ayo temenin beli gaun,” dengan muka polos penuh harapan, aku memohon dengan memegang tangannya.
“Helooo Kubis, lagian makan malamnya kan cuma di Restoran hotel ini, sudah pakai pakaian seadanya aja, kayak mau ngedate aja pakai gaun,” Tegas Lury.
“Iya juga sih, tapi aku pingin pakai gaun, biar terlihat cantik di depan pak Nathan. Kali aja dia beneran suka, ha ha ha,” aku tertawa puas, dan tidakku hiraukan lagi karyawan lain yang sedang makan di sekelilingku.
“Ya udah, masih ada waktu nih setengah jam sebelum kita masuk kerja lagi, kita beli aja di SGM (Solo Grand Mall) yang dekat.” Jawab Lury yang sudah menyelesaikan makan siangnya.
Sampai di Mall aku mulai memilih banyak gaun, tetapi hampir semua gaun yang aku coba tidak muat. Kebetulan yang dijual di toko itu hanya berukuran kecil. Aku memutuskan pindah ke toko sebelahnya.
“Mbak, tidak ada yang ukuran besar ya buat teman saya ini?” Lury menanyakan ke pemilik Toko itu dan menunjukku.
“Sebentar, mungkin yang ini muat, kelihatannya kecil tapi bahannya melar. Pasti Cocok buat mbak cantik ini,” Pemilik toko memberikan gaun itu.
“Terima kasih, aku cobain dulu ya Mbak,” aku menuju ruang ganti.
“Kalau high heels nya ada mbak?” selagi aku di ruang ganti, Lury mencarikan aku sepatu.
“Ini ukuran paling besar, ini high heels model terbaru, tingginya 7 cm.” karyawan toko memberikan sepatunya ke Lury.
“Silla, cobain high heels ini deh,” aku mencobanya setelah memakai gaun.
“Agak kesempitan, tapi gak masalah Luryini aja, kayaknya cocok sama warna gaun ini,” aku sudah mulai nyaman memakai gaun dan high heels nya.
“Benar kamu gak kesakitan?” kalau gak muat kita cari di tempat lain aja,” saran Lury padaku.
“Enggak Lury, ini aja,” aku bergegas menuju ke kasir dan membayarnya agar tidak terlambat masuk kerja lagi.
Setelah membeli Gaun dan high heels kami kembali ke hotel untuk bekerja. Sore hari pukul 17.00 WIB aku sudah selesai bekerja. Aku tidak pulang sore itu melainkan numpang mandi di hotel. Lury sore itu membantuku berdandan, aku pakai gaun pendek berwarna putih dipadu dengan high heels dengan warna senada dengan gaunku.
“Kubis, Kubis, cuma mau makan malam sebagai ucapan terima kasih dari Bos aja kamu kayak mau ketemu sama pacar. Atau palingan ada menu baru, kamu suruh nyobain,” Lury menggelengkan kepalanya.
Lury Wortel, yang ngajak itu Pak Nathan, Bos kita yang super ganteng, masih jomblo lagi. Dia itu cowok idaman semua wanita, kesempatan ini tidak boleh aku sia-siakan Wortel,” aku masih sibuk merapikan rambutku, kucoba menatanya dan aku buat sedikit bergelombang.
“Iya juga sih, aku juga mau kok kalau diajakin makan malam sama Pak Nathan, ha ha ha,” Lury mulai membayangkan jika dia yang diajak makan malam dengan Pak Nathan.
“Ngarep banget ya? ha ha ha.” candaku ke lury.
“Wortel, bawa Lipstic gak? minjem dong. Aku lupa bawa nih,” aku mencari lipstiku di dalam tas, tetapi belum juga ketemu.
“Hari gini minjam, beli dong Kubis,” Lury ikut-ikutan sibuk berdandan di depan kaca dan mengoleskan sedikit bedak di wajahnya.
“Kamu inget dong Lury prinsip ekonomi yang diajarkan Guru kita dulu saat SMA, as long as you can borrow, do not buy, ha ha ha.”
“Sini lipsticnya pinjam!” tegasku.
“Ngarang kamu, itukan prinsip ekonomi yang kamu ciptakan sendiri,” Lury memberikan lipsticnya yang dikeluarkan dari tasnya.
Setelah selesai Make-up, Lury tidak menungguku melainkan pulang duluan. Aku mulai berjalan hati-hati menuju restoran dengan menahan rasa sakit karena sepatuku yang kekecilan. Di sana sudah terlihat pak Nathan yang menungguku.
Dari kejauhan dia terlihat sangat tampan. Dia mengenakan kemeja panjang warna biru dengan motif bergaris. Aku terus berjalan mendekati Pak Nathan.
“Silla, kamu cantik banget malam ini, dari mana kamu? Aku aja belum mandi, ayo sini duduk,” Pak Nathan memujiku dan mempersilakanku duduk.
“Terima kasih Pak,” aku tersenyum malu, baru kali ini ada cowok setampan Pak Nathan memujiku. Aku malam ini seperti bidadari yang berkencan dengan seorang pangeran.
“Jadi gini Sil, di Restoran kita ada menu terbaru, makanya aku undang kamu untuk nyobain makanannya. Kalau dilihat-lihat kamu pasti hobi nya makan, ha ha ha,” canda Pak Nathan.
“Oiya pak? Dengan senang hati saya akan mencoba semua makanannya,”Aku tersenyum dan sengaja memamerkan bibirku yang sudah aku buat semerah mungkin.
“Mas-mas bawakan makanannya ke sini ya,” Pak Nathan memanggil koki.
Semua menu baru sudah tersedia di meja makan. Mulai dari masakan yang berbahan dasar daging, seafood, dan ayam. Aku belum tahu nama-nama masakan tersebut, karena dibuat olahan yang sangat menarik oleh Koki. Koki yang berdiri di sampingku menyebutkan nama masakannya satu persatu dan aku mulai memakannya dengan Pak Nathan.
Satu persatu maknan telah kami coba, setelah itu kami mulai memberikan penilaian. Dari semua masakan yang dihidangkan, nilai yang aku kasih dan nilai Pak Nathan ternyata sama persis. Pak Nathan pun memuji kalau penilainku terhadap suatu masakan sangat bagus.
“Ternyata selera makan kamu bagus juga Sil, tidak salah aku bawa kamu ke sini,” dia terlihat sangat puas, dan berkata sambil mengangguk-angguk.
“Iya pak, saya tidak menyangka kalau hasil penilain bapak sama dengan saya,” aku pun tersenyum bahagia sambil menahan perutku yang kekenyangan. Gaun yang aku pakai semakin membuat perutku sakit, tapi aku harus menahannya.
“Sil, pertama aku mau bilang terima kasih sama kamu, karena pagi ini kamu udah menolongku. Dan aku juga minta maaf kalau kemarin-kemarin aku agak kasar sama kamu,” Tatapan Pak Nathan sangat beda malam ini. Tatapannya sangat dalam, aku bisa melihat wajah tampannya dengan jelas dan sangat jelas.
“Iya pak sama-sama. Jadi bapak sudah memaafkan saya.” tanyaku yang terus memandangi wajah tampannya.
“Iya Sil, mungkin kemarin aku lagi banyak pikiran, jadi bawaannya pingin marah-marah, ditambah kamu yang bikin ulah terus sama aku, Ha ha ha,” Pak Nathan tertawa kecil.
“Iya pak maaf,” aku pun ikutan tertawa.
Dari kejauhan terlihat banyak karyawan hotel yang mengintip kami. Mungkin baru kali ini Pak Nathan makan malam dengan karyawannya. Kami berdua menjadi tontonan yang menarik bagi mereka, tapi Pak Nathan tidak melihat karyawan-karyawan itu.
Aku yang melihat mereka seakan tak memperdulikannya. Aku terus makan dan ngobrol sama Pak Nathan. Setelah selesai makan dan banyak mengobrol, kami memutuskan untuk pulang.
“Sudah malam Sil, gimana kalau kita pulang. Kamu pulang naik sepeda motor?” Pak Nathan mulai berdiri dari tempat duduknya.
“Iya pak,” aku menyusul berdiri.
“malam-malam gini bahaya kalau pulang sendiri, apalagi kamu cewek. Mending kamu bareng aku aja, kebetulan kan kita satu arah,” jelas Pak Nathan.
“Terima kasih Pak, tidak usah, saya tidak enak ngrepotin bapak”. Aku mencoba menolak secara halus, dan berdoa dalam hati Pak Nathan memaksaku saat itu.
“Tidak apa-apa, ayo ikut bapak saja,” Pak Nathan menarik tanganku dan membawaku ikut bersamanya.
Saat dia menarik tanganku, aku merasakan ada yang lain, jantungku tak berhenti berdetak. Baru kali ini aku dipegang sama cowok tampan. Aku hanya bisa berharap mudah mudahan ini bukan yang terakhir kalinya Pak Nathan memegang tanganku.
Perjalanan dari hotel menuju rumahku melewati sebuah Jalan yang di tengahnya terdapat taman kecil. Saat aku pulang dengan Pak Nathan, kami juga melewati jalan itu karena hanya itu jalan satu-satunya.
“Pak Nathan tolong di depan berhenti sebentar ya,” aku keluar dari mobil dan berlari mengambil bunga mawar putih yang sudah mekar di taman itu. Setelah mengambilnya aku masuk ke mobil lagi.
“Maaf pak merepotkan,” aku mulai duduk kembali ke dalam mobil.
“Kamu suka mawar putih ya?” tanya Pak Nathan yang sedang melihatku mencium bunga mawar putih yang aku petik.
“Iya pak suka banget Pak. Banyak sekali mawar putih di rumah saya, bapak nanti bisa melihanya sendiri,” aku menjawabnya dengan senyumanku.
“Kenapa kamu suka bunga mawar putih? kenapa gak bunga yang lain?” tanya Pak Nathan yang kembali menyetir mobilnya.
“Mawar putih itu indah Pak, warna putihnya melambangkan kecantikan dan kesucian dari seorang perempuan”. Duri yang ada di setiap batang mawar adalah penjaganya. Jadi, sekalipun orang bisa mengambilnya, tapi kalau tidak berhati-hati orang pasti terluka karena durinya. Jangan juga melihat orang itu karena cantiknya saja pak, bisa jadi orang yang cantik itu punya sisi buruk yang bisa membuat orang terluka, kaya duri mawar itu pak, ha ha ha”. saat aku ngomong sesekali Pak Nathan melihataku, tapi tetap fokus ke jalanan.
“Kamu bisa aja Sil, rumah kamu udah deket belum Sil dari sini?”
“Itu Pak di depan, itu rumah warna hijau,” aku menunjuk rumahku.
“Terima kasih ya Pak untuk makan malamnya,” aku berpamitan sekaligus membuka pintu mobil.
“Aku yang harusnya berterima kasih karena kamu sudah mau menemaniku memberikan penilaian menu baru di hotel. Overall kamu orangnya ternyata asyik juga sil, nyambung kalau diajakin ngobrol. Aku nyesel sudah marah-marah sama kamu kemarin,” aku hanya tersenyum malu mendengarkan omongan Pak Nathan.
“Bapak tidak mampir dulu ke rumah saya,” aku bertanya berharap Pak Nathan mau mampir.
“Lain kali ya Sil, udah malam, aku pulang aja. Malam Silla,” Pak Nathan mulai meninggalkanku dengan mobilnya dengan melambaikan tangan kanannya.
Senang rasanya bisa makan malam sekaligus diantar pulang Pak Nathan. Dia malam ini kelihatan berbeda, dia bukan Pak Nathan yang kemarin-kemarin aku temui, yang judes, galak, kasar, tapi malam itu dia berubah, dia sangat lembut, perhatian dan romantis. Mudah-mudahan malam ini aku bisa mimpi indah bersamanya. Setelah cuci muka akupun tertidur pulas.
*** *** *** *** ***
Pagi harinya aku sudah siap untuk bekerja, dengan seragam cleaning serviceku warna abu-abu. Kali ini aku semangat seakan siap bertempur. Sampai di kantor aku menuju ruanganku, di sana ada bunga mawar putih. Aku tidak tahu siapa yang menaruhnya. Tertulis di sebuah kertas putih,
“Silla, mawar putih untuk menemanimu pagi ini, K”.
Aku penasaran siapa yang mengirimkan bunga itu. Tidak banyak orang yang tahu kalau aku suka mawar putih, apa mungkin dari Pak Nathan, tapi kalau dia kenapa inisialnya “K” bukan “N”. Ayu yang mengetahui hal ini terus menggodaku.
“Ternyata kamu punya fans juga ya Sil? karyawan sini yang inisialnya K itu Pak Komar Sil. Dia adalah Bell Boy, jangan-jangan dia suka sama kamu Sil”.
“Serius kamu?” tanyaku ke Ayu dengan penuh penasaran.
“Dia terkenal playboy Sil, bahkan bininya udah 3,” dia membisikkannya ke telingku.
“Amit-amit, udah ah ayo kita kerja,” aku meninggalkan bunganya dan tak menghiraukannya lagi.
Hari itu aku tidak bertemu Pak Nathan. Dia dari pagi ada meeting ke luar. Rasanya sepi, aku merasa ada yang kurang dari diri aku. Aku ingin sekali bertemu Pak Nathan, karena tiba-tiba aku merasakan kerinduan itu.
Aku membersihkan ruangannya Pak Nathan lebih dari 3 kali, berharap Pak Nathan sudah kembali dan aku bisa melihatnya. Tapi sampai sore hari dia juga belum kembali.
Waktu sudah menunjukan pukul 17.00 WIB, itu saatnya aku harus pulang. Sebelum aku pulang, aku mampir sebentar ke taman yang tadi malam bunga mawarnya aku petik. Aku ingin mencabut rumput-rumput liar di sekelilingnya. Aku juga ingin duduk sebentar menikmati angin sore di Taman, karena di situ disediakan beberapa kursi taman yang terbuat dari besi.
Sampai di taman aku lihat ada bunga mawar putih yang ditanam berdekatan dengan mawar putihku yang aku tanam sebelumnya.
Tertulis juga huruf K kertas yang ditempel di batang pohon mawar putih itu.
“Apa benar yang ngasih bunga dan tanam bunga ini beneran Pak Komar?” aku terus bertanya-tanya dalam hatiku.
Aku ingin sekali mencabutnya, tapi kasian bunga itu, biarlah bunga itu hidup. Satu jam berlalu, akhirnya aku putuskan untuk pulang ke rumah.
*** *** *** *** ***
Pagi ini aku membuat menu spesial buat sarapanku, yaitu nasi goreng seafood kesukaanku. Aku sengaja ingin membawanya ke Hotel. Aku ingin sarapan bareng sama Ayu teman kerjaku.
Di tengah perjalanan menuju Hotel, ban sepeda motorku bocor. Kusiapkan seluruh tenaga, karena aku harus mendorong sepeda motorku untuk mencari tambal ban. Kata-kata semangat selalu terlontar dari mulutku. “Semangat semangat semangat”.
Belum sempat aku temukan tempat tambal Ban, terlihat mobil Pak Nathan dari arah belakang lalu berhenti tepat di belakangku.
“Sepeda motor kamu kenapa Sil?” Pak Nathan turun dari mobilnya dan menghampiriku.
“Bannya kempes Pak,” aku menunjuk ban sepeda motorku dengan wajah sedikit memelas.
“Sudah ayo ikut aku aja. Nanti kamu terlambat,” Pak Nathan kembali ke mobilnya.
“Motor saya gimana Pak?” tanyaku cemas.
“Nanti aku telepon orang kantor untuk mengurusnya,” jawab Pak Nathan saat mengeluarkan HP nya dari saku.
“Terima kasih Pak,” akupun meninggalkan sepeda motorku dan ikut Pak Nathan.
“Kamu bawa apa itu Sil?” Pak Nathan bertanya saat di tengah perjalanan saat melihat 2 tempat makan yang aku pangku.
“Ini bekal sarapan saya Pak,” aku menunjukannya ke Pak Nathan.
“Kok ada dua tempat nasi. Pasti satunya buat aku ya, sini buat aku aja,” Pak Nathan mengambilnya satu.
“Tapi pak,” kataku singkat.
“Terima kasih ya, kebetulan aku belum sarapan dari rumah,” potong Pak Nathan dengan girangnya karena udah dapat bekal makananku.
“Iya Pak,” kataku tidak ikhlas.
“Padahal bekal itu untuk Ayu,” kataku dalam hati.
Tak lama kami sampai di kantor. Aku mulai dengan aktifitasku, membersihkan ruangan Direksi dan menyiapkan minuman untuk Pak Nathan. Sebelum aku ke ruangan Pak Nathan untuk mengantar minuman, tiba-tiba Ayu datang menemuiku dengan berlari.
Dia menyuruhku ke ruangan kerja Ibunya Pak Nathan. Dia memintaku membersihkan ruangannya karena akan ada tamu yang menemuinya.
“Silla, gawat-gawat, gawat darurat!” Ayu berlari dan datang menemuiku.
“Apa Yu? Ada kebakaran? Gempa?” tanyaku yang tidak terlalu memperhatikannya, karena Ayu sering hiperbola, membesar-besarkan masalah yang kecil menjadi sangat besar.
“Nenek Sihir nyuruh kamu ke ruangannya sekarang, suruh beresin ruangannya” katanya setelah minum karena kecapekan berlari.
“Maksut kamu Ibunya Pak Nathan? Jahat kamu ya bilang Nenek Sihir, bukannya kita kemarin sudah sepakat panggil dia Mak Lampir?” aku masih sibuk mencuci gelas dan cangkir yang telah selesai dipakai untuk meeting.
“Ah kamu, itu lebih parah. Buruan ke sana, keburu taringnya keluar semua. Kamu tau sendiri dia galaknya minta ampun”. Ayu mengambil alih mencuci gelas dan cangkir.
“Sejak kapan mak lampir punya taring, yang ada tuh punggungnya yang bolong,” candaku kepada Lury.
“Kocak kamu ya Sil, itu Kuntilanak. Sana-sana pergi,”Ayu mendorongku keras, agar aku cepat pergi.
“Siap 86,” aku bergegas membawa peralatan perangku menuju ke ruangan Ibu Pak Nathan.
Sebelum masuk ke ruanganya tak lupa aku baca doa-doa yang diajarkan Ayu. Kata Ayu ini adalah doa agar terhindar dari omelannya “Mbol gombal gambol gombal gambol” sebanyak 3 kali, dengan polosnya aku mengikuti saran Ayu.
“Tok…, pelan aku mengetuk pintunya. Baru sekali aku mengetuknya, suara keras itu terdengar”
“Masuk !!!!!!!”
Silla!! lama sekali kamu, dari mana saja kamu!! Lain kali kalau saya nyuruh kamu datang ke sini lebih dari lima menit kamu tidak datang, kamu saya pecat kamu!!!.
“Maaf Mak, tadi saya masih mencuci cangkir,” Jawabku pelan dan mulai membersihkan ruanganya.
“Kamu panggil saya apa tadi, Mak? Sejak kapan saya lahirin anak gendut kayak kamu!”
“Maksut saya Bu,” aku keceplosan ingin bilang Mak Lampir, haduh gawat.
“Awas kamu panggil saya Mak lagi! Ya sudah sana cepat bersih-bersihnya,” Ibu Pak Nathan keluar dari ruangannya.
“Tidak Anak, tidak Ibu semuanya galak, apa ini yang dinamakan buah yang jatuh tidak jauh dari pohonnya,” kataku dalam hati sesaat Ibu Nathan pergi.
Setelah selesai membersihkan ruang kerja Ibunya Pak Nathan, aku melanjutkan untuk mengantar minuman untuk Pak Nathan. Sebelum ke ruanganya, aku sudah bolak-balik pergi ke kamar mandi untuk berkaca, karena aku ingin selalu tampil cantik di hadapan Pak Nathan.
“Tok tok tok,”aku mengetuk pintu rungannya Pak Nathan terlebih dahulu sebelum masuk.
“Masuk,” suara itu terdengar pelan seperti orang sedang mengunyah makanan.
“Pagi Pak Nathan,” aku lihat Pak Nathan masih menikmati nasi goreng buatanku.
“Silla, kamu beli nasi goreng ini di mana?” tanyanya penuh semangat.
“Di rumah saya pak,” aku meletakkan kopi di samping nasi goreng yang dimakannya”
“Maksutnya dekat rumah kamu,?” Pak Nathan kembali bertanya.
“Kenapa pak? tidak enak ya masakan saya Pak?”
“Jadi ini masakan kamu? Ini enak banget Sil, koki di sini belum pernah buat masakan seenak ini Sil,” Pak Nathan terus menikmati nasi gorengnya.
“Kamu belajar masak dari mana Sil?” Pak Nathan terus bertanya.
“Saya hobi masak pak, itu sebabnya badan saya begini, karena saya suka makan makanaan saya sendiri, ha ha ha.” jawabku dengan tertawa.
“Pantesan badan kamu sangat subur, ya udah kamu duduk dulu, kamu tunggu di sini,” Pak Nathan mulai mengangkat telepon yang berada di depannya.
“Tanaman kali subur,” ucapku dalam hati.
Pak Nathan menelpon Supervisor bagian dapur untuk menemui kami di ruangannya. Supervisor itu disuruh nyobain nasi goreng buatanku. Supervisor hanya tersenyum dan memberikan kedua jempolnya.
Akhirnya Pak Nathan menyuruh Supervisor itu agar membawaku ke dapur dan melatihku memasak makanan yang biasa disajikan di hotel. Aku juga disuruh pak Nathan melepas seragam cleaning serviceku. Itu tandanya aku tidak lagi menjadi Cleaning service, tapi aku dipindahkan ke bagian dapur untuk menjadi koki.
Aku senang akhirnya bisa bekerja sesuai dengan hobiku. Sebelum aku pindah ke bagian dapur aku berpamitan dengan Ayu. Dia sangat senang mendengar aku menjadi Koki, karena dia juga tahu kalau keinginanku ingin menjadi Koki. Aku berpesan kepada Ayu untuk terus semangat menjalani pekerjaannya itu.
*** *** *** *** ***
Aku mulai masuk wilayah dapur, dapurnya besar dan bersih. Karena aku baru pertama kali ke sini, aku dikenalkan karyawan-karyawan di situ. Termasuk Delon salah satu koki terbaik di dapur itu. Aku disuruh belajar banyak dari dia.
“Mas Delon udah lama ya kerja di sini?” tanyaku ketika dia sedang memasak sop ayam.
“Panggil aja Delon, sepertinya umur kita tidak beda jauh. Kamu yang kemarin jadi Cleaning service itu ya?” Tanya Delon sambil memasukan garam ke dalam sop.
“Iya Mas, eh Delon maksutnya. Terus sekarang disuruh pak Nathan jadi Koki.” Jawabku yang masih sedikit malu-malu.
“Oh ya, pasti kamu jago masak, sampai pak Nathan nyuruh kamu langsung kerja jadi Koki. Kamu bantuin potong sayur ini dulu ya, nanti aku ajarin cara masak menu-menu Favorit di hotel ini,” Delon meletakkan macam-macam sayuran di meja, termasuk sayur Kubis.
“Bisa dibilang memasak adalah hobi aku Lon. Rumah kamu di mana Lon?” aku mulai memotong sayuran itu dan mulai bertanya-tanya supaya lebih akrab.
“Gak jauh dari Sini, aku tinggal di daerah Solo Baru, kamu sendiri dari mana?” Delon mulai bertanya dan duduk di depanku sambil memperhatikan sayur yang aku potong. Dia sesekali memberikan arahan agar potongannya sesuai dengan standar hotel.
“Aku juga tinggal di Solo Baru, tapi kok aku gak pernah lihat kamu ya. Apa kamu kos di situ?
“Enggak, aku ikut Tante aku, Tante Dela Sil, kamu kenal?” setelah Delon selesai memasak, Dia kembali duduk, kali ini dia duduk sampingku membantuku memotong sayuran.
“Ooo, Tante Dela, kenal, berarti kamu setiap hari lewatin rumahku. Kok kita gak pernah ketemu ya?”
“Ya iyalah, aku aja baru 2 hari pindah, kemarin-kemarin aku kos di belakang Hotel ini, tapi karena Om ku lagi keluar negeri, jadi aku nemenin Tante aku,” Jelas Delon.
“Kamu bukan asli Solo?”aku terus memberikan pertanyaan ke Delon seperti seorang wartawan”
“Enggak Sil, aku dari Bali. Kamu sudah pernah ke Bali?” tanya Delon dengan melihatku ditambah dengan senyumnya yang terlalu manis.
“Bali? Wowww, aku pingin banget pergi ke sana, aku belum pernah ke Bali Lon.”
“Nanti kalau kamu ke Bali, terus pas aku lagi di sana, aku ajakin deh jalan-jalan di Bali. Pantainya bagus-bagus lho”. Jelas Delon
“Iya-iya, mau banget. Janji ya ajakin aku jalan-jalan Lon,” aku memberikan jari kelingkingku di hadapan Delon.
“Iya Janji,” Delon pun membalas memberikan jari kelingkingnya.
Setelah Delon mengajariku masak, dan ngobrol banyak sama Dia. Kami memutuskan untuk pulang karena sudah pukul 18.00 WIB. Kami berdua berjalan bersama menuju parkiran motor. Delon menggunakan sepeda motor sepertiku saat bekerja.
“Ini motorku tadi pagi kempes yang belakang, sekarang yang depan,” aku memberitahu Delon yang berada di dekatku.
“Sudah sini bareng aku aja Sil, kan kita searah,” Delon menawariku ikut dengannya.
“sepeda motor kamu kuat enggak bawa aku? nanti kasian sepeda motor kamu bawa kulkas dua pintu,” candaku ke Delon.
“Ya elah, kuat-kuat Sil, mau boncengin kulkas lima pintu juga masih kuat ini sepeda motorku, ha ha ha,” canda Delon meledek dan ketawa puas.
“Hmmmmmmm, ya sudah aku bareng kamu,” aku langsung naik sepeda motor Delon.
Sebelum keluar dari parkiran, aku juga melihat Pak Nathan ke arah keluar. Aku mencoba menyapanya, tapi kulihat wajahnya sangat murung melihatku dengan Nathan. Kenapa dengan Pak Nathan? Mungkin saja dia lagi banyak pikiran. “Kataku dalam hati”
Akhirnya aku sampai di rumah setelah beberapa menit di perjalanan. Tak lupa aku ucapkan terima kasih ke Delon karena telah mengantarku pulang. Karena kecapean, sesampainya di rumah aku langsung tidur.
Pagi ini tak seperti biasanya, tiba-tiba bel gerbangku berbunyi. Aku keluar untuk melihat siapa yang datang. Kulihat Delon di balik pagar.
“Sil, Sill,” dia memanggilku.
“Ada apa Lon?”Aku ke luar rumah dan membukakan pintu gerbang.
“Kamu mau bareng enggak Sil? kemarin motor kamu di kantor, jadi aku jemput. Aku khawatir kamu gak ada kendaraan lain,” Delon mulai masuk ke halaman rumah.
“Kamu ketagihan ya boncengin aku? Iya dah aku bareng kamu, bentar ya aku ambil tas dulu, kamu gak masuk dulu?” aku bercanda agar tidak terlalu tegang.
“Bukannya ketagihan, tapi aku takut badan kamu tar kurus kalau jalan kaki. Aku tunggu sini aja ya,” Delon menunggu di teras rumahku.
“Iya benar, tar aku malah jelek kalau kurusan, bentar ya,” Aku bergegas masuk ke dalam rumah.
Setelah aku selesai mengambil tas, sepatu, dan helm, aku keluar rumah menemui Delon. Kami pun segera berangkat, dan sesekali mengobrol di tengah perjalanan. Ternyata pagi itu Pak Nathan juga mau menjemputku, dia hanya berhenti di pertigaan jalan karena dia melihat Delon masuk ke halaman rumahku. Dia pasti sangat kecewa!.
Sampai di hotel akupun mulai memasak menu-menu baru yang diajarkan Delon. Dia cukup sabar mengajariku. Selain manis, dia juga humoris, ada aja yang bisa bikin aku ketawa. Tapi aku kangen suasana di mana aku setiap pagi, siang bahkan sore pergi ke ruangannya Pak Nathan, mengantarkan minuman dan membersihkan runagannya.
Aku juga kangen sama Pak Nathan, kalau disuruh milih, aku rela jadi cleaning service seumur hidupku, asal bisa ketemu tiap hari sama pak Nathan.
“Hey, ngelamun aja, tar gosong tuh ayamnya,” Delon mengagetkanku dari belakang.
“Maaf Lon”, kataku singkat.
“Kamu kenapa Sil? Lagi ada masalah ya sama cowok kamu?” tanya Delon yang sibuk menyiapkan resep masakan.
“Enggak Lon, punya cowok juga belum,” jawabku sambil mengangkat ayam goreng.
“Serius belum punya cowok? padahal kamu cantik lho. Tapi…,”
“Tapi gendut kan?” tanyaku dengan cemberut.
“Tapi bohong,” canda Delon.
“Ah kamu,” aku memukul pundaknya.
“Aduh mataku,” aku cuci tangan dan mengusap mataku.
“Kenapa Sil,” Delon mendekat.
“Kayaknya ada yang masuk ke mataku”, Delon mencoba mengeceknya.
Apa yang masuk? sendok, garpu, atau piring, atau wajan yang masuk? tanyanya sambil meledek.
“Ini serius Delon, perih,” jawabku merintih.
“Sini biar aku tiup mata kamu,” Dia pun meniup mataku.
Ternyata Pak Nathan berada di balik pintu yang ingin menemuiku. Dia melihatku sama Delon tak seperti yang dia lihat. Mungkin dia merasa cemburu. Akhirnya dia tidak jadi menemuiku karena melihatku dengan Delon.
Siang itu aku sengaja ingin ke ruangannya pak Nathan. Aku ingin mengantarkan sendiri menu makan siangnya, sekaligus ingin menemuinya. Aku buatkan makanan buatanku sendiri, “nasi cah jamur ayam special”.
Aku membuatnya bukan hanya dengan bahan-bahan yang special dan bumbu yang komplit, tapi juga dengan bumbu cinta. Rasanya dijamin enak dan bikin ketaggihan.
Selesai memasak aku menuju ke ruangannya. Sesampainya di dalam ruangan aku melihat Pak Nathan sedang melamun, sepertinya dia lagi ada masalah.
“Pak ini makan siangnya, nasi cah jamur ayam special, buatan saya sendiri Pak,” aku meletakkan makanan di meja kerjanya.
“Kamu sekarang sibuk banget ya?” tanya Pak Nathan saat memasukan dokumen ke dalam tasnya.
“Iya pak saya sibuk memasak di dapur,”
“Enak ya jadi Koki?” Pak Nathan kembali bertanya.
“Iya pak banyak temannya juga,” jawabku yang telah selesai menata makanan di mejanya.
“Dapat cowok baru juga kan?”
“Maksud Bapak apa? saya tidak mengerti,” Tanyaku dengan kebingungan.
“Oiya, saya ada meeting di luar, makanannya kamu bawa balik aja, nanti saya makan di luar,” Pak Nathan meninggalkanku dan pergi ke luar ruangan.
Pak Nathan tiba-tiba berubah. Dia tidak seperti yang kemarin-kemarin, ada yang aneh dari Pak Nathan. Aku pun keluar ruangan dan menuju ke dapur lagi. Kuceritakan semua kejadian ini ke Delon.
“Kamu kenapa Silla? Pucat amat wajah kamu. Itu makanan kenapa dibawa balik? katanya mau dikasih Pak Nathan,” tanya Delon saat melihatku.
“Pak Nathan nya mau pergi! aku kan sudah capek-capek membuatnya, malah gak dimakan! aku meletakkan makanan itu di meja dapur.
“Ya sudah, jangan sedih. Mungkin Pak Nathan lagi gak nafsu makan. Sudah sini aku yang makan aja,” Delon mengambil sendok dan garpu lalu memakannya.
“Hmmmmmm, enak banget parah. Lain kali aku aja yang dibuatin makanan. Ayo senyum dong,” Delon berusaha mencairkan suasana.
“Iya,” jawabku yang masih kesal.
“Sil, nanti kamu ada acara gak sepulang dari kerjaan?”
“Gak ada Lon, kenapa?”
“Jalan-jalan yuk.”
“Kemana?” tanyaku saat kutatap wajahnya yang masih lahap makan masakanku.
“Nonton Wayang Orang di Sriwedari,” jelas Delon.
“Serius? Mau-mau, dah lama aku gak lihat,” aku menerima tawaran Delon.
*** *** *** *** ***
Pukul 19.00 WIB telah tiba, aku dan Delon siap-siap untuk pulang, karena koki shift malam sudah tiba sejam yang lalu. Sriwedari tidak jauh dari hotel tempat kami bekerja. Jaraknya hanya lima menit perjalanan, kita sudah sampai di sana.
Terlihat banyak ibu-ibu, bapak-bapak, serta anak-anak mengantri membeli tiket masuk. Tak ada satupun pemuda yang mengantri membeli tiket selain aku dan Delon saat itu.
“Kamu suka nonton wayang orang Lon?” tanyaku di belakang Delon yang sedang mengantri tiket.
“Iya aku suka,” jawabnya singkat dengan mengangguk.
“Gak banyak Lon anak muda yang suka wayang orang, dulu waktu aku masih kecil, aku sering nonton wayang orang. Tapi setelah SMA aku udah jarang lagi nonton.”
“Iya Sil kamu benar, anak-anak jaman sekarang tontonanya film-film bioskop,sudah mulai lupa sama keseniannya sendiri.”
“Padahal kesenian wayang orang kan justru asli dari Negara kita, kalau bukan kita yang menjaga dan melestarikan, siapa lagi,” Delon menoleh ke belakang menatapku, aku pun sebaliknya”
“Iya-iya kamu bener,” kataku singkat.
“Sil, malam ini aku traktir deh nonton Wayang Orangnya, tapi…”
“Tapi lain kalau ke sini gantian aku kan yang bayarin?,” potongku cepat, karena aku sudah tau maksut Delon.
“Ha ha ha, bisa juga ya baca pikiranku,” Delon tertawa dengan puasnya.
Tetap pukul 20.00 WIB pertunjukan wayang orang dimulai. Para pemain sudah siap di atas panggung dengan beraneka tanaman sebagai dekorasi. Kali ini wayang Orangnya berjudul “Werkudara Berkelana di Hutan Belantara”.
Para pemain di make up persis seperti wayang kulit, dan kostum mereka sangat bagus, perpaduan antara batik dan kain tenun.dan para pemain pun memerankan peranannya sangat luar biasa, dan itu adalah pertunjukan yang sangat hebat.
Kebudayaan inilah yang wajib kita lestarikan. Dengan melihat dan menceritakan apa yang kita lihat kepada orang lain itu merupakan salah satu upaya dalam melestarikan budaya kita.
Tak terasa sudah 1 jam kita menonton Wayang Orang. Sebelum keluar ruangan tak lupa kita berfoto-foto terlebih dahulu dengan para pemainnya sebagai buah tangan dan kenang-kenangan. Sebelum pulang ke rumah, Delon menawarkan untuk mampir ke pasar malam yang khusus menjual aneka makanan tradisional.
Sampai di sana aku mulai mengambil aneka jajanan pasar khas Solo seperti Lenjongan, Serabi, Ampyang, Es Dawet Telasih, Tahok, Intip. Aku paling suka Es Dawet Telasih. Nama Telasih sendiri diambil dari biji selasih yang digunakan sebagai isian. Tidak hanya selasih, isian yang lain adalah tape hijau, bubur sunsum, dan cendol. Paling enak memang disantap di siang hari denagn ditambahkan sedikit es. Karena malam itu udara agak panas, makanya aku memesan Es Dawet Telasih.
Suasana malam itu sangat menyenangkan, menikmati jajanan pasar di pinggir jalan sambil mengobrol. Seakan semua masalah yang aku hadapi hilang seketika. Kami terlihat seperti pasangan kekasih yang baru jadian.
“Hmmm, serabinya ini enak. Ini bisa juga dijadikan sebagai menu saat meeting Lon,” aku lahap menikmati makanan itu.
“Iya enak, apa kamu nya yang laper? ha ha ha, Iya Nanti aku yang buat resepnya,” jawab Delon yang juga menikmati jajanan pasar itu.
“Dua-duanya, perutku udah bunyi kayak suara gamelan, dang dung, dang dung”. Aku memegang perutku.
“Ha ha ha,” tawa Delon keras.
“Delon, kamu ngrasa pak Nathan berubah gak?”
“Emangnya berubah jadi apa? Monster, apa Power Rangers?” Canda Delon.
“Delon, aku serius nanya!”
“Jangan-jangan kamu suka ya sama pak Nathan?” Delon terus menggodaku.
“Ah kamu, memang kalau suka kenapa?” tanyaku tanpa malu-malu.
“Huk huk huk,” seketika delon batuk mendengarnya.
“Ini minum dulu,” aku memberikannya air minum.
“Kenapa Lon, gak pantas ya?”
“Gak papa Sil, semua orang pantas buat jatuh cinta,” Delon masih menepuk-nepuk dadanya.
“Tapi kan gak mungkin Lon, masak cowok setampan pak Nathan mau pacaran sama cewek gendut kayak aku ini,” aku mulai putus asa.
“Apa sih yang gak mungkin Sil, kalau kamu menyukainya berjuanglah, pasti kamu bisa mendapatkannya”. jelas Delon
Delon terus mendukungku. Dia begitu baik padaku. Setelah selesai kami pulang ke rumah. Semakin malam cuaca berubah menjadi dingin. Delon memberikan jaketnya untukku, karena aku lupa membawanya.
“Delon , terima kasih ya buat malam ini. Aku seneng banget. Oiya, besuk gak usah jemput aku ya, biar aku naik motor aja, aku gak mau repotin kamu,” aku melepas jaket delon dan memberikan padanya.
“Emangnya motor kamu sudah di rumah?” tanya Delon khawatir.
“Tadi udah di bawa Lury ke rumahnya, besuk aku dijemput Lury,” jawabku saat membuka gerbang rumah.
“Ya sudah, besuk aku gak jemput kamu ya,” Delon mulai memakai helm dan jaketnya.
“Aku pulang dulu ya, met malam,” Ucap Delon yang mulai meninggalkanku.
“Ati-ati Delon, teriaku keras.
Sebelum aku masuk, di depan pintu gerbang sudah ada mawar putih. Aku terus memikirkannya bunga itu dari mana. Apa benar dari pak Komar Bell Boy di hotelku yang memberikannya padaku. Atau mungkin dari Delon? tapi kalau Delon harusnya inisialnya pasti D. Sudahlah dari pada memikirkan hal yang tak penting, mendingan aku tidur.
Tak terasa pagi sudah menyambutku lagi. Bel pagar rumahku berbunyi, itu pertanda kalau Lury sudah datang menjemputku. Kubuka Jendala rumahku, terlihat Dia membawa sepeda motor maticku.
“Kubis, ini ada mawar putih di gerbang,” Lury memberikannya untukku.
“Iya wortel, Akhir-akhir ini aku sering dapat mawar putih, aku gak tahu dari siapa,” aku mengambilnya dan mencium mawar itu.
“Dari Fans kamu tuh,” Kata Lury singkat.
“Mungkin, secara aku ini kan menarik, cantik, walau sedikit berat aja,” aku mulai mengunci pintu rumahku.
“Bukan sedikit berat lagi, tapi berat banget. Inget ya, kamu itu masih Kubis. Kalau kamu gak diet, ya selamanya bakalan jadi kubis, bulat, besar, ha ha ha,”
“Jahat kamu Lur, teman sendiri dicemooh,” aku mulai menggerutu.
“Bercanda Sil, gitu aja udah ngambek. Eh, Jangan-jangan bunganya dari Delon?” tebak Lury penasaran.
“Delon? Kok bisa?” aku kembali bertanya.
“Kamu kan sering jalan sama dia. Orang-orang sudah pada ngegosipin kalian pacaran kok,” Lury menikmati kue dan kopi yang sudah aku siapkan di depan rumah untuk sarapan.
“Ah kamu, dia kan temanku kerja, ya pantas kalau kita sering barengan. Apalagi aku satu dapur sama dia. Lagian inisialnya kan bukan “D”. Jangan ngaco kamu,” buruan habiskan kopi sama kuenya, sudah siang nih!
“Cowok yang romantis begitu, dia sering mengganti namanya, biar surprise, kalau langsung dikasih ya jadinya biasa aja,” Lury terus ngomong saat kue masuk ke dalam mulutnya.
“Emang gitu Lur?” aku bertanya seolah-olah tidak tahu apa-apa.
“Dibilangin, kamu tahu sendiri kan Sil aku banyak Fansnya dulu, jadi aku banyak pengalaman soal begituan, ha ha ha. Ayo berangkat Sil.”
“Iya iya percaya yang dulu pas SMA jadi Puteri Sekolah. Gak dihabiskan itu kuenya?”
“Enggak ah kenyang” Jawab Lury.
*** *** *** *** ***
Lagi-lagi di dapur sudah ada bunga mawar putih. Aku semakin bingung dengan ini semua. Bunga mawar putih yang sering muncul membuatku penasaran dan tidak kosentrasi bekerja saja!
“Pagi Silla cantik,” Delon datang dari arah luar lalu mengagetknku dari belakang.
“Kamu cantik kaya bunga itu,” Delon menggodaku dan menarik hidungku
“Ah kamu bisa aja,” jawabku malu-malu.
“Aku ke toilet dulu yah,” Delon pergi meninggalkanku.
Senengnya dibilang cantik sama Delon, Apa Delon yang ngasih bunga ini? Aku gak mau terus memikirkannya! Delon sih orangnya baik, lucu, dia bisa membuatku ketawa. Tapi yang aku rasain ke dia gak seperti saat aku bersama pak Nathan, sekalipun dia Galak, Judes, suka marah-marah, tapi dia berhasil membuat jantungku berdebar.
4. Dua Pangeran Tampan
Hari ini selesai sudah aku bekerja, lumayan capek karena tamu hotel cukup banyak. Sebelum pulang aku sempatkan pergi ke taman, ingin melihat mawar putihku. Dari kejauhan kulihat Pak Nathan duduk dengan meletakkan kepala di kakinya yang dilipat.
Dia duduk di dekat mawar yang aku tanam, dari kejauhan dia terlihat sedang tertidur. Baru selangkah aku memasuki taman, tiba-tiba petir menyambar, angin datang dari semua arah. Air hujan mulai turun kecil-kecil, untung saja di sepeda motorku tersedia payung kecil yang selalu aku bawa buat jaga-jaga kalau turun hujan.
Aku kembali ke motor dan mengambil payung sebelum aku menemui Pak Nathan. Hujan mulai lebat, Aku berlari menemuinya,
“Pak Nathan,” aku terus berlari dan memanggilnya.
“Pak Nathan ngapain di sini, sekarang lagi hujan Pak,” aku tutupi badannya dengan payungku dan aku berusaha membangunkannya.
“Aku mau di sini. Kamu pergi aja sana,” Pak Nathan mengangkat kepalanya, seolah tak memperdulikanku.
“Nanti Bapak sakit kalau hujan-hujanan,” aku masih berusaha membujuknya.
“Kenapa kalau aku sakit? memangnya kamu peduli sama aku?” tanyanya sambil menatap mataku dalam.
“Bapak kenapa ngomong seperti itu, kalau Bapak tidak pergi, aku juga akan tetap di sini,” aku menerbangkan payungku.
“Kenapa Payungnya kamu lepas Sil? kamu nanti sakit! dia berdiri dan menarikku berteduh di bawah pohon.
“Sudah sana kamu pulang, nanti kamu dicari sama cowok kamu.”
“Cowok yang mana pak?” Tanyaku yang berada pas di depan Pak Nathan.
“Siapa lagi kalau bukan Delon.” Jawabnya.
“Ha ha ha, Delon Pak? Kami hanya berteman Pak,” aku menjelaskan dengan tertawa, sesekali kuusap wajahku karena air hujan.
“Tapi kamu sering jalan sama dia,”
“Rumah kami dekat Pak, jadi kadang-kadang kami pulang bareng. Bapak cemburu ya?” tanyaku ke Pak Nathan dengan tersenyum untuk menggodanya.
“Tidak! Tidak! ngomong apaan kamu!” Pak Nathan membuang mukanya karena malu.
“Iya kan Pak? Bapak cemburu?” aku terus menggodanya.
“Apa kamu nggak tau! aku itu kangen sama kamu, semenjak kamu pindah ke dapur, kamu gak pernah lagi nemuiku,”Pak Nathan memegang kedua lenganku dan menatapku.
Aku terdiam, seakan jantungku ingin copot, ini semua seperti mimpi.
“Pak Nathan kangen sama saya?” Aku menatap wajahnya yang basah karena air.
“Kamu gak percaya? aku setiap hari kirim bunga ke kamu. Aku juga yang tanam bunga mawar itu, biar mawarnya tidak kesepian”.
“Jadi bunga itu dari bapak? Aku juga kangen kok sama Bapak,” terpancar senyum bahagia dari wajahku.
Tiba-tiba aku dipeluk Pak Nathan erat, seakan tak bisa bernafas lagi.
“Kamu besar juga ya Sil, sampai kedua tanganku tidak bisa menyatu,” bisik pak Nathan.
“Ah bapak jadi malu,” aku melepaskan pelukannya.
“Becanda-becanda. Sudah malam Sil, bagaimana kalau kita pulang, nanti kamu sakit kedinginan seperti ini”.
Kami berlari menuju mobil Pak Nathan, dia menutupiku dengan jaketnya. Aku memutuskan untuk bareng Pak Nathan, karena hujannya masih lebat. Tak lama akupun sampai di rumah.
Sebelum aku turun dari mobil Pak Nathan mencium Pipiku. Dan mengucapkan “selamat malam, mimpi indah ya”. Aku keluar dari mobil dengan tampang yang kaget dan senang.
Malam itu aku putuskan untuk tidak cuci wajahku, berharap bekas ciuman Pak Nathan di pipiku akan masih ada sampai besuk pagi. Mungkin malam itu aku menjadi orang yang paling bahagia di dunia ini.
Aku tidak tau kenapa Pak Nathan bisa menyukaiku, padahal aku kan gendut seperti ini. Banyak orang cantik dan sexy yang menyukai Pak Nathan, tapi kenapa Pak Nathan memilihku?
*** *** *** *** ***
Tidak seperti biasanya pagi-pagi Hpku berbunyi, setelah aku buka ada pesan,
“Selamat Pagi Silla, aku jemput kamu ya pagi ini” Nathan.
Aku tiba-tiba bersemangat untuk mandi dan beretmu Pak Nathan. Setelah selesai mandi, Delon sudah ada di depan pintu. Dia ingin menjemputku pagi itu.
Aku menemuinya dan bilang kalau aku sudah dijemput sama Pak Nathan. Kasian Delon, dia agak kecewa. Tapi kenapa juga ya Delon jadi perhatian gitu. Sebelum dia pergi dia sempat memberikan bubur ayam, dia bilang dia yang masak sendiri.
Setelah Delon pergi, aku kembali ke rumah dan berdandan. Aku ingin tampil cantik pagi ini, karena ini pertama kalinya aku dijemput Pak Nathan. Setelah selesai dandan aku keluar rumah dan menunggu kedatangan Pak Nathan. Tak lama dia datang, dan kami pun menuju ke Hotel.
Aku meminta Pak Nathan menurunkanku di gerbang pintu masuk hotel, karena aku takut semua karyawan mengetahui kalau aku dijemput Pak Nathan. Tapi Pak Nathan tidak mau, dia tetap menurunkanku di depan hotel.
Setelah aku turun dari mobil, Semua karyawan melihatku dengan wajah yang bingung. Aku berusaha biasa aja dan berjalan menuju dapur. Di sana sudah ada Delon yang sudah menyiapkan peralatan masaknya.
Delon tidak menyapaku pagi itu, mungkin dia marah karena aku lebih memilih dijemput Pak Nathan dari pada dia. Tapi aku berusaha menyapanya duluan. Aku mancing Delon untuk ngobrol dan bercanda seperti biasanya. Tapi dia tidak menghiraukanku, dia tetap saja sibuk untuk memasak. Apa dia juga cemburu gara-gara aku Sering berduaan sama Pak Nathan?
Asyik ada 2 orang pangeran tampan yang menyukaiku. Padahal dulu gak pernah ada cowok yang mendekatiku. Tapi ini justru 2 orang sekaligus. Satunya ganteng satunya manis and lucu. Mungkin ini sudah takdir Tuhan, Tuhan sangat adil, dulu aku tidak ada yang menyukai, tapi sekarang dua 2 orang sekaligus yang mencintaiku.
*** *** *** *** ***
Sore itu Delon memanggilku, dia mengajakku nonton wayang Orang. Tapi lagi-lagi aku menolaknya, karena Pak Nathan lebih dulu mengajakku makan malam. Aku sudah membuat kesal Delon untuk kedua kalinya, mudah-mudahan dia masih memaafkanku.
Selesai kerja aku langsung menemui Pak Nathan. Kami pun langsung berunding untuk menentukkan tempat makan. Aku mengajak Pak Nathan makan malam di angkringan Mbok Minah. Sebelumnya Pak Nathan tidak mau, karena dia susah diajak pergi ke tempat yang seperti itu. Tapi akhirnya dia mau setelah aku rayu.
“Putri sayuran kok lama ndak ke sini?” tanya Mbok Minah.
“Enggeh Mbok, tidak sempat mampir aku,” Jelasku sambil memilih makanan. “Enggeh” kalau dalam bahasa indonesia artinya iya.
“Kuwi sopo? Tek ngganteng men, pacarmu to? Mbok Minah berbicara dengan bahasa jawa yang artinya: Itu siapa? Kok tampan sekali, pacar kamu ya?”
“Bukan Mbok, ini Bos aku”, aku membisikannya ke Mbok Minah.
“Owalah, yo yo,” Mbok Minah mengangguk keras.
“Dia ngomong apa Sil?” Pak Nathan penasaran sama yang aku bicarakan dengan Mbok Minah.
“Mbok Minah bilang bapak itu ganteng,” Jawabku.
“Ha ha ha, bisa saja tuh simbok. Kok tadi dia panggil kamu putri sayuran, kenapa?”
“Iya pak, saya biasanya ke sini sama Lury pak, Resepsionost di hotel Bapak, dia teman akrab saya. Saya memanggil Lury itu Wortel karena dia langsing pak. Kalau saya dipanggil Kubis, ya yang cocok sama bentuk saya ini,” Aku berkata sambil menggoyangkan badanku.
“Ha ha ha, cocok, cocok” Pak Nathan melihatku dengan tertawa.
“Ah Bapak ngledek nih!”sautku.
“Kenapa? Kamu minder karena kamu gendut?” tanya Pak Nathan sedikit serius.
“Tidak Pak, apa yang saya milikki saat ini, saya syukuri,” aku mengatakannya dengan sangat percaya diri.
“Nah Gitu dong, itu baru Silla. Kalau di luar kamu panggil aku Nathan aja Sil, biar kita ngobrolnya enak, kalau pakai Pak, kesannya terlalu formal,” Pak Nathan mulai makan nasi kucing dan sate telur yang aku pesan.
“Tapi Bapak Bos saya. Saya tetep panggil Bapak, karena Bapak lebih tua dari saya juga,”
“Ya sudah, terserah kamu saja kalau gitu,” Pak Nathan menikmati makanannya Mbok Minah. Dia mengatakan kalau baru pertama kali makan di HEK. Dari kecil pak Nathan sudah hidup berkecukupan.
“Pak, kalau misalnya benar Bapak yang ngasih bunga-bunga itu, kenapa bapak nulisnya K? bukan N inisial nama bapak?” aku mulai bertanya ke Pak Nathan.
“Ha ha ha, aku pakai nama belakangku, Kurniawan Sil.”
“Owh nama belakang Bapak, saya tidak kepikiran sampai ke situ. Saya kira Pak Komar, Bell Boy di Hotel. kata Ayu dia kan Play boy pak”.
“ha ha ha”. Pak Nathan tertawa puas.
Malam sudah tiba, perut juga sudah kenyang. Saatnya kami pulang untuk istirahat.
*** *** *** *** ***
Akhirnya ketemu pagi lagi. Pagi ini Pak Nathan tidak menjemputku, karena dia akan berangkat ke luar kota untuk meeting dengan kliennya. Delon yang biasanya lewat di depan rumah tak juga muncul.
Sampai di kantor yang biasanya Delon mengagetkanku dan bilang cantik pun tak kunjung datang. Siang hari hampir jam istirahat Delon juga tidak terlihat batang hidungnya. Aku kemudian mencari tahu keberadaanya ke Supervisor Bagian dapur, aku takut kalau Delon sakit.
Supervisor mengatakan kalau Delon mengundurkan diri, dia memutuskan kembali ke Bali, bekerja di sana. Dia akan berangkat besuk pagi. Aku tidak tahu kenapa dia pergi ke Bali dan tidak menceritakan ini ke aku. Kepergiannya pun terasa mendadak. Sepulang kerja aku pergi ke rumah Tantenya.
Sesampai di rumah tantenya, dia tidak juga ada di sana. Aku tanya ke tantenya ternyata Delon pergi ke sawah tak jauh dari situ. Dia biasanya kalau lagi ada masalah pergi ke situ untuk menyendiri. Itu informasi yang aku dapat dari tantenya.
Aku diantarkan tante Dela pergi ke sawah yang tak jauh dari rumahnya. Hari ini aku pulang awal dari kerjaan, jadi sampai di sawah masih sore. Tidak salah kalau Delon pergi ke tempat itu. Pemandanganya hijau dan terdampar luas, seakan-akan beban hidup hilang seketika. Aku melihat Delon sedang duduk dan melempar bebatuan ke arah jauh. Akupun mendekatinya.
“Jadi begini cara kamu kalau lagi ada masalah? kamu pergi ke tempat ini?” tanyaku yang sudah berdiri di belakangnya.
“Kamu lihatkan keagungan Allah, pemandangan di sini begitu indah Sil,” Dia belum juga menatapku.
“Iya Lon kamu benar,” Aku duduk di sampingnya.
“Kamu ngapain ke sini Sil?” Delon mulai menatapku.
“Nyariin kamu,” jawabku yang juga menatapnya.
“Kenapa kamu mencari aku?”
“Aku ingin bilang terima kasih kamu sudah mencintaiku,” akupun berdiri.
“Maksut kamu?” Dia juga ikut berdiri di depanku.
“Pak Tatang udah memberikan surat ini. Harusnya dia memberikanya saat kamu sudah di Bali. Tapi Pak Tatang tidak ingin ada masalah saat kamu pergi nanti. Kalau kamu akhirnya pergi seperti ini, mendingan dulu aku tidak jadi koki dan bertemu kamu Lon,” aku memberikan penjelasan dan terus menatap matanya.
“Sil, Aku tahu kamu sangat mencintai Pak Nathan, dan sampai kapanpun kamu juga akan mencintainya. Aku sadar akan hal itu, makanya lebih baik aku pergi. Aku ingin melihat kalian bahagia tanpa ada pengganggu seperti aku.”
“Aku minta maaf Lon, kalau aku sudah menyakitin kamu. Aku hanya ingin mengikuti kata hatiku. Kamu orang yang baik Lon, kamu lucu, aku bisa ketawa jika dekat sama kamu. Aku seneng kita bisa jalan-jalan bareng. Kamu itu sudah jadi sahabat terbaikku. Maaf, Aku lebih memilih jadi sahabat karena seorang sahabat tidak mengenal kata putus.”
“Tapi kalau aku jadi pacar kamu, ataupun jadi Istri kamu, suatu saat nanti jika ada masalah, pasti kita berakhir, bahkan bisa jadi musuh. Aku ingin kita tetap seperti ini, menjadi sahabat selamanya.”
“Iya Sil, aku tahu semua itu. Jika aku mencintaimu, aku juga tidak boleh egois harus memilikkimu. Aku sadar cinta tidak bisa dipaksakan. Biarlah cinta ini abadi di hati aku selamanya,” Dia memegang kedua tanganku.
“Kamu jangan pergi Lon,” aku memeluknya.
“Sil, dengerin aku, aku harus pergi. Aku pergi bukan karena membecimu, justru karena aku sangat mencintaimu. Aku ingin kamu bahagia dengan pilihanmu. Aku ikhlas asal kamu bahagia Sil. Biarkan waktu yang menghapus kenangan kita,” Seketika air mata Delon keluar dari matanya, akupun sebaliknya.
Adzan Magrib terdengar, kami bergegas meninggalkan sawah itu. Delon mengantarku pulang, dia juga membelikanku mawar putih yang masih ada dalam pot. Dia mengatakan agar aku menjaga bunga itu dan merawatnya.
Suatu hari dia akan datang untuk mengambilnya. Akupun berjanji akan merawat bunga itu sampai dia kembali kelak.
Pagi harinya aku tidak bisa mengantar Delon ke bandara, karena aku masuk shift pagi. Malam itu adalah pertemuan kami yang terakhir. Sebelum menemui Delon, aku telah membaca surat yang dititipkan Supervisor Hotel.
Silla, kamu tahu pelangi itu indah kan? Tapi aku tidak percaya, karena yang indah itu cuma kamu.
Aku terkadang bingung, kenapa kamu selalu bermain-main di pikiranku, siang, pagi, dan malam. Sudah seperti minum obat ya, 3 kali sehari. he he he
Udah ah ngegombalnya ha ha ha.
Yang pasti hanya kamu yang bisa buat aku tersenyum Silla genduttt.
Bersama surat ini aku hanya ingin bilang kalau di dalam hatiku Cuma ada kamu, sekarang, besuk maupun selamanya. Aku hanya ingin mengatakan ini agar hidupku tenang.
I LOVE YOU……..
Tak perlu kau mencintaiku, biarkan aku saja yang merasakan bahagia ini.
5. Ulang tahun ke 27
Dapur Hotel terasa sepi tanpa kehadiran Delon. Dia sangat periang, bisa membuat semua karyawan di dapur tertawa karena ulahnya, tanpa dia suasana pagi ini terasa sunyi. Aku menyesal sudah menyecewakan orang yang benar-benar sayang sama aku.
Maafkan aku Delon, hatiku sudah dicuri sama Pak Nathan, aku tak bisa lagi mengambilnya dan memberikannya untukmu. “Kataku dalam hati”.
“Hey Kubis, ngelamun aja, kenapa? Ada makanan gak?” Lury datang menemuiku untuk meminta makanan.
“Tuh ambil di kulkas, aku tadi buat kue,” aku duduk terdiam, kuletakan kepalaku di atas meja.
“Kamu kenapa kubis? ada masalah? cerita dong, kamu kangen ya sama Delon?” Lury mencoba menggodaku.
“Kalau boleh Jujur, iya aku kangen, senyumnya selalu menari-nari di otakku. Dia cowok yang humoris, manis, baik Lur.”
“Ah kamu gak punya pendirian, Pak Nathan apa Delon nih?” Lury masih menikmati kue berlapis coklat yang ada di hadapannya.
“Pak Nathan dong wortel, dia belum bisa tergantikan, ha ha ha. Udah sana balik kerja, tar kamu diomelin lagi lama-lama di dapur.” aku mendorong badannya agar dia cepat keluar dari dapur.
“Laperrr Sil, nanti dulu aku habisin makanannya. Gimana nanti jadi beli kadonya?” Lury masih mengambil 1 kue lagi, dia terlihat sangat lapar.
“Jadi dong, tapi uangku belum cukup deh buat beli jam itu.”
“Nanti aku bayarin dulu Sil,” Lury mengangkat alis mata kirinya.
“Makasih Wortel, tar kalau aku sudah gajian, aku langsung ganti,” Aku memeluknya.
“Iya Kubis, aku balik dulu ya, terima kasih makanannya.”
Sepulang dari bekerja, aku dan Lury pergi membeli kado buat Pak Nathan. Di ruangan Lobby kami berdua kepergok bertemu dengan Pak Nathan.
“Sore Pak,” sapaku dengan senyum manis yang sedikit aku buat-buat.
“Sore Sil, jangan lupa ya nanti malam datang, aku punya kejutan buat kamu. Lury juga ya, jangan lupa datang”.
“Iya pak,” jawabku dan Lury.
Kalian mau pulang? kalau iya bareng aku aja,” Pak Nathan memberi tumpangan.
“Terima kasih pak, kita masih ingin mampir ke suatu tempat dulu,” jawabku ragu karena sebenarnya aku pingin banget pulang sama Pak Nathan.
“Oh gitu, ya sudah, aku duluan ya,” Pak Nathan pergi meninggalkan kami.
Setelah mencari jam tangan yang cocok untuk Pak Nathan. Selanjutnya aku mencari gaun terbaik untuk datang ke acara ulang tahunnya Pak Nathan.
Aku ingin tampil secantik mungkin di acara itu. Kukenakan Gaun malam warna merah dan sepatu highheel warna hitam. Kata Lury aku itu cantik, tapi sayang badannya lebar, kalau aku kurus mungkin kecantikanku mengalahkan kecantikannya “Sandra Dewi”. he he he
****************
“Wortel, nanti kita naik apa ke rumahnya Pak Nathan?” tanyaku yang masih menambah sedikit make-up di wajahku.
“Naik angkot,” jawabnya singkat karena dia masih memakai lipstic untuk kedua bibirnya.
“Serius kamu?” aku meliriknya lewat cermin yang ada di hadapanku”
“Ya naik sepeda motorlah Sil, kita punyanya itu”.
“Tapi kita sudah cantik, nih lihat dadananku, kayak putri-putri negeri dongeng,” aku mulai berdiri dan memperlihatkan gaun dan make-up ku.
“Dasar cumi, cuma mimpi. Ya sudah kita naik Taxi aja, biar aku pesan dulu,” Lury mengambil telpon dan memesan Taxi.
*** *** *** *** ***
Sampailah aku di rumah pak Nathan. Rumahnya berwarna putih dengan bangunan 2 lantai. Halaman rumahnya luas, dan terlihat sangat mewah. Di sana sudah banyak tamu yang berdatangan. Di dekat pintu masuk Ibu Pak Nathan sudah siap menyambut tamu-tamu, dengan senyum yang dipaksakan.
Aku tidak terlalu memikirkannya, emang sifat Ibunya Pak Nathan seperti itu. Karena merasa sangat lapar aku dan Lury menuju ke meja makanan yang sudah tertata rapi di sepanjang meja jamuan makan.
“Ingat ya Kubis, jangan malu-maluin, makannya biasa aja, jangan banyak-banyak,” dia membisikannya di telinga kiriku.
“Ini kesempatan langka Wortel, kalau perlu kita nanti bungkus bawa pulang,” kataku pelan dengan sedikit tertawa, Lury hanya menggelengkan kepalanya.
“Silla,” terdengar suara Ayu memanggilku.
“Hey, kamu ke sini juga Yu, kamu sama siapa,” tanyaku.
“Itu sama Deri,” Ayu menunjuk laki-laki yang berada di pojok ruangan itu.
“Pacar baru ya?” Aku mendekati Ayu.
“Iya Sil, kamu gimana udah dapet pacar belum?” tanyanya sambil ketawa.
“Gendut begini Yu, mana ada yang mau,” Bisikku ke Ayu.
“Jangan salah Sil, kamu tidak akan pernah tau hati masing-masing orang, kalau dia sudah mencintai, dia tidak memandang fisik orang itu, tapi kenyamanan yang dia cari,” Mendengar itu, aku semakin percaya diri.
“Semoga aja yang kamu bilang itu benar Yu, semoga ada orang yang tulus mencintaiku tanpa harus memandang tubuhku ini”.
“Aku pergi dulu ya, cowokku sudah SMS nih, Lury duluan ya,” Ayu pergi meninggalkanku dan Lury menuju ke arah cowoknya.
Setelah beberapa menit berada di situ, aku baru melihat batang hidung Pak Nathan. Dia sangat sibuk dengan tamu-tamu nya. Pak Nathan sempat menghampiri kami dan bersalaman, dia juga sempat memuji kami. Dia bilang kita kayak sepasang putri dari kayangan, karena kami berdua terlihat sangat cantik di malam itu.
Tepat pukul 20.00 WIB Acara ulang tahun dimulai. Tibalah saatnya tiup lilin dan pemotongan kue. Kami semua mulai merapat menuju kue ulang tahun yang di atas terdapat angka 27. Sebelum lilin ditiup Pak Nathan menutup matanya dan berdoa.
“Pak Nathan, kue pertamanya akan diberikan kepada siapa Pak?” kata MC ulang tahun itu.
Pak Nathan melihat ke semua arah, termasuk melihatku, aku sangat berharap dia memberikan kue itu untukku.
“Kue ini aku berikan kepada……”
“Silla,” semua orang terkejut dan semua mata memandangiku.
“Dia pasti karyawan terbaik di perusahaan Pak Nathan ya?” tanya MC acara.
“Bukan, dia adalah orang yang sangat aku cintai,” jawab Pak Nanthan dengan yakin.
Aku kaget mendengar itu. Badanku seakan melayang di udara, jantungku berdetak tak ada henti-hentinya, tatapanku kosong, aku mencoba meyakinkan diriku sendiri kalau itu bukanlah mimpi. Akhirnya aku memutuskan berlari keluar meninggalkan pesta ulang tahun itu, diikuti Lury yang juga ikut keluar.
Aku senang ternyata Pak Nathan menyatakan cintainya di depan umum, tapi aku malu disaksikan banyak orang. Oleh sebab itu aku memutuskan untuk pergi. Acara ulang tahun itu masih berjalan. Tapi karena kepergianku, suasana menjadi sedikit kacau.
Untuk mencairkan suasana, MC ulang tahun memutar lagu-lagu nge-beat. Orang-orang yang hadir itu pun menari mengikuti irama lagu.
Ibu Pak Nathan menarik Pak Nathan ke dalam kamarnya.
“Nathan, apa benar yang kamu bilang tadi? Kamu pasti cuma bercanda kan Than! Apa kata orang kalau kamu nanti berpacaran sama gadis gendut itu, apalagi dia dulu cleaning service di hotel kita!” Ibu Nathan mulai berbicara dengan nada yang tinggi.
“Ma, aku mencintainya,” Kata Pak Nathan memberontak.
“Cinta?? buka mata kamu Than! dia gadis gendut, gak pantes buat kamu! Sampai kapanpun mama tidak akan merestui hubungan kalian!” Ibu Pak Nathan pergi dengan perasaan sangat kecewa atas keputusan Pak Nathan.
Bapaknya Pak Nathan meninggal saat dia masih berumur 12 tahun. Ibu Pak Nathan merawatnya seorang diri hingga lulus S2 yang akhirnya menjadi menjadi Pimpinan hotel. Pak Nathan selalu mengikuti apa kata Ibunya, untuk menghormatinya.
*** *** *** *** ***
“Kubis kamu kenapa? Kamu salah minum obat? cewek manapun kalau dicintai Pak Nathan pasti sangat bahagia. Tapi kenapa kamu malah pergi? Sok jual mahal kamu,” Lury masih bingung dengan apa yang terjadi.
“Aku malu wortel, aku gak pantes buat pak Nathan. Kamu lihat aja, kita berdua itu seperti kutub utara dan kutub selatan. Aku sama Pak Nathan itu ibarat Kubis dan Wortel, aku gendut, tapi dia itu ideal, gak ada cacat sedikitpun.” Kami sudah berada di dalam mobil, perjalanan pulang ke rumah.
“Kita juga Kubis dan Wortel, tapi kita bisa bersatu, kenapa kalian tidak bisa? Ayooo! kamu harus peraya diri! Pak Nathan saja tidak mempermasalahkan keadaan kamu. Kamunya yang bermasalah dengan diri sendiri. Dia laki-laki yang kamu cintai, dan sebaliknya dia juga mencintai kamu. Kamu harus minta maaf ke Pak Nathan atas kejadian ini,” Lury mencoba meyakinkanku.
6. Kesedihanku
Pagi itu Ibu Pak Nathan ke Hotel, dia sengaja pagi-pagi datang ingin menemuiku. Aku yang masih masak di dapur, tiba-tiba dipanggil untuk menemuinya. Aku merasa itu adalah pertanda buruk, aku harus menyiapkan segala kemungkinan yang akan terjadi. Aku yakin itu berhubungan dengan kejadian semalam.
Aku ketuk pintu dengan sangat pelan “tok tok tok.”
“Masuk!!” suara itu terdengar keras dari dalam.
“Ibu memanggil saya?” tanyaku pelan dan tak berani menatapnya.
“Iya, Saya memanggil kamu,”
“Ada apa ya Bu?” tanyaku.
“Nggak usah pura-pura kamu! Apa sih kehebatan kamu! kamu pasti pakai dukun untuk menggoda anak saya!” Dia berdiri dan mendekatiku.
“Tidak Bu, a\pa yang sedang ibu katakan?” aku beranikan diri untuk menatap wajahnya.
“Lihat dengan baik-baik badan kamu di kaca itu. Kamu itu gendut, bahkan kamu dulu cleaning service di hotel ini, walaupun sekarang kamu jadi koki. Masakan kamu juga biasa-biasa saja menurut saya! Mana pantes kamu bersanding dengan anak saya dan menjadi Mantu orang kaya seperti saya!”
“Gimana nanti cucu-cucu saya kalau Ibunya seperti kamu,” Dia menunjuk tepat di depan mataku.
“Cukup Bu, saya memang mempunyai banyak kekurangan, tapi apa salah kalau saya mencintai?” air mataku mulai membasahi pipiku.
“Iya!! kamu salah jika mencintai anak saya! sampai kapanpun, saya tidak akan mengijinkan Nathan menikahi kamu! Saya ingin kamu keluar dari hotel ini! hotel ini tidak butuh orang gendut seperti kamu! kamu saya pecat!! sudah sana keluar dari ruangan saya!”
Hatiku benar-benar hancur, semua perkataan Ibunya Pak Nathan menusuk hatiku, bahkan yang paling dalam. Dosa apa yang telah aku perbuat sehingga aku dapat hinaan seperti itu? Tak kuasa akupun langsung pulang ke rumah dan di sepanjang perjalanan hanya bisa menangis.
Ibu Pak Nathan masih ada di hotel, dia sesekali ke dapur dan ingin memastikan apa aku benar-benar sudah keluar atau masih di sana. Dia sangat puas ketika tidak lagi melihatku lagi di dapur.
“Koki,” Ibu Pak Nathan memanggil salah satu koki di dapur.
“Iya bu,” jawab seorang koki pria itu.
“Saya ingin makan siang, tolong siapkan makanan yang paling enak buat saya,”
Tak lama koki itu datang mengantarkan makanan. Di meja sudah tersedia Berbagai olahan makanan yang terbuat dari seafood.
“Wowwww, semua rasa makanan ini lezatt sekali, ini baru masakan bintang 5. Belum pernah saya merasakan makanan yang seperti ini. Pasti ini masakan Koki baru?” tanya ibu Pak Nathan yang masih menikmati makanan itu.
“Iya Bu, hanya beberapa minggu dia bekerja di dapur, tetapi dia sudah jago dalam memasak.”
“Mana orangnya? bawa dia kemari,”
“Dia lagi sakit Bu,” jawab pelayan hotel yang berdiri di depan meja makan Ibu Pak Nathan.
“Jadi hari ini dia tidak masuk?”
“Tadi dia sempat masuk Bu, tapi dia ijin pulang duluan,”
“Siapa nama kokinya? tanya ibu Nathan penasaran.
“Silla bu,” jawab koki itu.
“Apa!!! Silla yang gendut itu?!” Ibu Nathan berdiri dengan emosi.
“Iya Bu,” Pelayan itu menjawab dengan ketakutan.
“Huek, huek” Ibu Pak Nathan langsung memuntahkan makanan itu.
“Kenapa kamu tidak bilang dari tadi! kalau tahu dia yang memasaknya, aku tidak akan pernah memakan makanan ini. Kamu saya pecat! karena kamu sudah berani memberikan makan ini!” Ibunya Pak Nathan meninggalkan restoran.
“Maafkan saya Bu,” teriak pelayanan itu keras.
Aku memasak makanan aneka seafood yang banyak, untuk stok makanan. Jadi jika ada yang meminta tinggal dipanaskan. Ibunya Pak Nathan pasti sangat malu karena sudah memuji masakanku. Tapi setelah dia mengetahui kalau itu masakanku, dia langsung memutahkannya, rasain!!
7. Big is Beautiful
Aku memutuskan untuk mengundurkan diri dari hotel tempatku bekerja. Aku ingin ke Jakarta menemui kedua orang tuaku sekaligus menenangkan diri. Sebelum aku berangkat ke Jakarta aku menemui pak Nathan.
“Pak, Saya bukan orang yang tepat buat bapak, banyak wanita cantik di luar sana pak, kenapa bapak harus memilih saya?”
“Silla, Cinta itu apa yang kita rasakan. Aku sudah jatuh cinta sama kamu, aku gak peduli kamu gendut, atau apa kata orang. Di mataku, kamu itu cewek cantik dan baik,” Pak Nathan mencoba meyakinkanku.
“Saya malu jalan sama Bapak, Bapak begitu sempurna, sedangkan saya…..” Pak Nathan mendekat dan menutup mulutku dengan jarinya, lalu dia bisikan.
“Silla, aku sudah terlanjur mencintaimu apa adanya,” Aku terdiam, telingaku berasa disengat lebah. Jantungku tiba-tiba meledak, dan hatiku bagai disiram air es yang dingin.
Tak lama aku langsung menjauh darinya.
“Pak, kalau bapak benar-benar sayang sama saya, tolong jauhi saya. Biarkan saya pergi dari kehidupan bapak untuk sementara waktu. Saya ingin menenangkan diri dan meyakinkan hati saya, apakah bapak benar-benar pasangan yang cocok buat pendamping hidup saya nanti.”
“Kamu mau ke mana sil? kalau kita bisa sama-sama sekarang kenapa harus menunggu nanti?” tanya Pak Nathan penuh kekhawatiran.
“Bapak tidak perlu tahu saya ke mana. Saya akan pergi selama 1 tahun Pak. Saya mohon bapak tidak usah mencari-cari saya selama 1 tahun nanti, itu pun kalau bapak benar-benar sayang sama saya.”
“Tapi jika dalam 1 tahun saya belum kembali, saya mohon carilah pasangan hidup buat bapak selain saya. Mungkin kita memang tidak ditakdirkan untuk bersama Pak.”
“Saya yakin, jika kita dijodohkan, sejauh dan kemanapun saya pergi, kita pasti dipertemukan kembali Pak. Bapak mau kan janji sama Saya?”Aku terus memohon kepada Pak Nathan.
“Baiklah kalau itu sudah menjadi pilihan kamu. Karena aku sayang sama kamu, aku ijinkan kamu pergi. Aku akan tetap menunggumu selama satu tahun. Tapi jika kau tak kembali, kamu mungkin benar, memang kita tidak ditakdirkan bersama Sil,” kami saling berpelukan.
Pak Nathan tidak tahu jika Ibunya menemuiku untuk menjauhi Pak Nathan, termasuk Lury sahabatku. Biarlah masalah ini aku hadapi sendiri, aku tidak ingin mereka khawatir.
*** *** *** *** ***
Pagi harinya aku sudah siap untuk pergi ke Stasiun Bengawan Solo. Lury pagi itu minta ijin dari hotelnya untuk mengantarkan kepergianku. Berat rasanya ingin meninggalkan Pak Nathan dan Lury sahabatku, tapi ini harus aku lakukan. Tekadku sudah sangat bulat, aku harus pergi!
Sesampainya di Stasiun, di sana sudah ada Pak Nathan yang membawa serangkain bunga mawar putih kesukaanku. Selain itu, dia juga membawa 2 ikan hias yang ditaruh di dalam botol.
“Sil, ini ada 2 ikan hias. Aku kasih ke kamu satu ya, dia namanya Bumi. Kamu harus jaga dia, jangan sampai dia mati. Rawatlah dia Sil, seperti kamu menjagaku. Dia yang akan menemani hari-harimu. Dan yang satu ini namanya langit , aku janji bakalan rawat dia sampai kamu kembali nanti.” Pak Nathan menyerahkan satu ikannya untukku, lalu kumasukan ke dalam tas.
“Terima kasih Pak, saya juga janji bakalan jagain ikan ini, dan akan membawanya saat aku kembali nanti. Terima kasih Pak, bapak udah membuat saya menjadi cewek yang benar-benar bahagia.”
Pemberitahuan untuk kereta yang akan aku tumpangi pun telah berbunyi, tinggal 15 menit lagi aku akan berangkat.
“Wortel cantik, kamu baik-baik ya di sini. Kamu sahabat yang paling baik yang pernah aku temui selama ini.” Aku mendekati Lury.
“Kamu juga Kubis, baik-baik di sana, kalau urusan kamu sudah kelar, buruan balik,” Lury memelukku.
“Pak, saya berangkat dulu ya, doain saya baik-baik di sana.”
“Iya Sil, kamu buruan balik yah. I Love you.”
“I Love You too,” Akupun meninggalkan mereka.
Baru beberapa langkah aku meninggalkan Pak Nathan dan Lury, aku berbalik badan kembali ke arah Pak Nathan dan memeluk Pak Nathan. Kali ini pelukannya pak Nathan sangat erat, seakan tak ingin ditinggal pergi. Jujur, saat itu aku benar-benar tidak ingin pergi. Tapi aku harus melewati ujian ini, aku kuat, aku bisa!!
Jakarta, Maret 2010…..
Keesokan harinya aku tiba di jakarta. Pagi itu sudah ada Ibuku yang menjemputku di Stasiun Jakarta Kota. Ayahku tidak ikut menjemput karena sedang bekerja.
“Silla anakku, gimana kabar kamu Ndok? Ibu kangen,” jika di Solo, Ndok adalah sebutan untuk anak perempuan.
Baik Bu, Ibu sendiri gimana?”Aku memeluknya erat.
“Ibu sehat. Ayo ibu bantuin bawa, kita pulang. Itu Ibu sudah menyewa bajaj di sana”. Aku membawa banyak makanan dari solo seperti tempe kripik, intip, bakpia, brem, dan balung kethek kesukaan Ibuku.
Aku juga membeli kain batik yang telah aku pesan dari ibu Tari tetanggaku sebanyak 4 potong dengan motif bunga-bunga. Rencananya akan aku jahit agar bisa kembaran dengan Bapak, Ibu, dan Adekku.
Setelah setengah jam aku naik bajaj, akhirnya kami sampai di rumah. Al-hamdulilah orang tuaku sudah bisa membeli rumah kecil di sana. Bapakku bekerja di sebuah pabrik plastik di daerah Bekasi, Sedangkan Ibuku berdagang kebutuhan sembako di rumah.
Walau tak banyak uang yang dihasilkan kedua orang tuaku, tapi sudah cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari dan menyekolahkan adikku yang sekarang ini duduk di bangku SMA.
Aku dulu pernah diajak ke Jakarta, tapi aku tidak pernah mau, karena aku ingin tinggal di Solo, sekalian jagain rumah peninggalan kakek nenekku. Aku lebih nyaman tinggal di Solo, tidak terlalu macet dan udaranya segar.
Sore itu Bapakku sudah pulang kerja, aku berlari dan memeluknya.
“Kamu ini Ndok, tambah besar saja,” Canda Bapakku.
“Tambah jelek ya Pak?” tanyaku cemberut.
“Enggak Ndok, kamu itu cantik. Big is beautiful!! (dengan logat Jawa)”
“Sekalipun kamu gendut, tapi kamu cantik luar dalam. Kecantikan yang abadi itu dari dalam, bukan karena fisiknya,”
“Bapak bisa aja, bapak kok bisa pakai bahasa inggris?” tanyaku bingung.
“Lha itu tulisan di baju kamu, Bapak juga tidak tahu artinya,” Bapakku menunjuk tulisan di baju yang aku pakai.
“Ha ha ha, ini artinya besar itu cantik, jadi sekalipun badan Silla gendut tapi cantik kayak Ibu,” Aku memeluk Ibuku yang sedang duduk di sampingku.
Aku merasa sangat bahagia karena bisa berkumpul lagi dengan kedua orang tuaku dan adikku Dera. Usai shalat berjamaah, kami mengobrol di ruang tamu. Aku menceritakan semuanya ke kedua orang tuaku tentang masalah yang menimpaku.
Aku juga bilang ke meraka kalau aku ingin diet, kalau perlu sedot lemak seperti yang sedang tren saat itu. Tapi itu semua butuh biaya yang sangat mahal. Orang tuaku pun mendukung dan ingin menanggung semua biayanya. Tapi aku tidak mau, aku ingin semuanya dari hasil keringatku sendiri.
Setelah kami berdiskusi, Ayahku menggambil kesimpulan agar aku melamar bekerja di hotel tempat teman Ayahku bekerja.
Kali ini ada lowongan sebagai Koki di hotel tersebut. Akupun melamar pekerjaan itu dengan berbekal beberapa piagam lomba memasak dari sekolah dan dari lomba masak di desaku.
Sebelum aku ke Jakarta, Lury meminta pihak HRD agar membuatkan surat referensi bahwa aku pernah menjadi Koki di Hotel dulu tempat aku bekerja. Mungkin dengan ini peluangku lebih besar untuk diterima kerja di hotel tempat teman Ayahku bekerja.
Waktu tes masuk kerja telah datang, serangkaian test telah aku jalani. Test terakhir adalah memasak langsung di hotel tersebut disaksikan kepala Koki di sana. Kepala Koki menyukai makanan yang aku buat. Akupun diterima menjadi koki.
Gaji yang aku terima sangat besar, alhamdulilah aku juga bisa memberikan sebagian gajiku untuk orang tuaku dan membantu menyekolahkan adikku. Sisanya aku tabung untuk program dietku. Banyak job di luar hotel yang aku terima seperti mengajari ibu-ibu memasak dan memasak di acara-acara penting seperti acara pernikahan dan ulangtahun.
Uang yang aku kumpulkan pun semakin banyak. Aku mendatangi sebuah rumah sakit untuk berkonsultasi tentang program dietku. Akupun disarankan untuk tidak makan nasi untuk sementara waktu, dan hanya diperbolehkan makan sayur serta buah-buahan.
Disamping itu aku membeli banyak obat-obatan diet di Apotek. Aku takut melakukan sedot lemak, karena kata dokter sangatlah sakit, jadi aku putuskan untuk minum obat pelangsing, ya walaupun dokter tidak mengijinkannya mengkonsumsi terlalu banyak.
Betapa tersiksanya aku, aku harus makan makanan yang semua hanya direbus, tidak boleh makan gorengan ataupun makanan yang mengandung lemak. Selain itu aku harus lari-lari setiap pagi mengelilingi pemukiman.
Aku melakukan semua ini demi Pak Nathan. Aku ingin tampil cantik di hadapannya, dan agar aku bisa diterima oleh Ibunya.
Sekalipun bapakku bilang kalau kecantikan datang dari dalam dan bukan bentuk fisik, tapi aku tetap melakukan diet ini, setidaknya untuk kesehatanku. Badan yang terlalu gendut itu mudah terserang berbagai penyakit, makanya kedua orang tuaku sangat mendukung program dietku.
Aku ingin membuat orang yang aku cintai lebih mencintaiku. Tak peduli derita yang aku rasakan, aku hanya ingin melihat orang yang aku cintai bangga karena mencintaiku.
Di jakarta aku mempunyai seorang sahabat yang juga sangat dekat denganku, Maya namanya. Dialah satu-satunya sahabat yang sangat dekat denganku. Dia juga seorang koki di hotel tempat aku bekerja.
Setelah mengenal Maya sudah hampir satu tahun, aku baru tahu kalau dia pernah di lahirkan di Bali, dan kakek neneknya sekarang tinggal di Bali. Aku tiba-tiba ingat Delon, seorang yang mencintaiku dulu.
“Maya, kamu beneran lahir di Bali?” tanyaku yang duduk di sampingnya, saat kami sedang makan di sebuah Mall di Jakarta”
“Iya Sil, masa kecilku di Bali. Semenjak aku sekolah SMP, aku pindah ke Jakarta.” jawabnya sambil makan kentang goreng kesukaanya.
“Kamu bulan depan jadi ambil cuti untuk pulang ke Bali?”
“Iya Sil, aku mau ditunangin sama cowok di Bali.”
“Serius?” tanyaku penasaran, sampai aku berhenti makan.
Kakek Nenekku yang minta, makanya bulan lalu aku menemuinya untuk kenalan, orangnya lucu Sil,” terpancar senyum gembira dari wajah Maya.
“Kamu suka orangnya Maya? Langsung jatuh cinta gitu?”
“Ya gitu deh, habis gimana lagi, dia lucu, manis, baik. Pokoknya paket lengkap,” jelasnya.
“Dia sendiri gimana tanggapannya ke kamu?” aku terus meng-interogasinya.
“Dia sepertinya masih ragu. Dia sempat cerita kalau dulu saat bekerja di Solo, dia mencintai seseorang, tapi orang itu lebih memilih orang lain yang lebih mapan darinya.”
“Huk, huk, huk…” aku kaget, sempat berfikir kalau itu adalah Delon.
“Kamu kenapa Sil?” tanya Maya seketika memberikan air minum.
“Gak apa-apa, aku hanya kaget aja mendengarnya.”
“Beneran kamu gak apa-apa?”
“Enggak Maya.”
Aku bisa menebak siapa cowok yang dimaksut Maya, dia adalah Delon, ternyata dia benar-benar mencintaiku. Tapi dia salah, aku memilih pak Nathan buka karena dia adalah seorang Bos dengan hidup yang Mapan. Aku memilih Pak Nathan karena aku mencintainya. Aku putuskan untuk ke Bali, untuk menemui Delon, agar dia tidak salah paham.
Bali, Maret 2011……..
Aku mengambil cuti selama satu minggu ke Bali sekalian berlibur, karena aku belum pernah ke sana. Tak sulit aku menemukan keberadaan Delon, karena dia pernah cerita, kalau aku pingin ke Bali, aku suruh datang ke Hotel tempat dia bekerja, dia pasti ada di sana.
Dia agak kaget melihatku, karena berat badanku sudah sedikit berkurang. Kami mulai ngobrol tentang banyak hal. Dia pernah berjanji akan mengajakku jalan-jalan keliling Bali jika aku datang ke Bali, dia pun menepati janjinya.
Iya inilah Bali, aku baru pertama menginjakan kakiku di Bali. Pulau yang indah, banyak orang bilang inilah surganya bagi para Turis manca negara. Pantai yang menawan, dan budaya Bali yang sangat indah yang menjadi salah satu tujuan wisata banyak orang.
Selama 1 minggu aku dan Delon menikmati keindahan pulau Bali, hampir semua tempat wisata kami kunjungi. Mulai dari Pantai Kuta, Pantai Pandawa, Tanah Lot, Garuda Wisnu Kencana, Uluwatu, Tanjung Benoa, Kintamani, Bedugul, dan Jimbaran Bali. Kami seperti sepasang kekasih yang berbulan madu. Terpancar dari wajahnya Delon, dia sangat bahagia.
Sebelum kembali ke Jakarta, aku menyampaikan sesuatu yang terakhir kalinya kepada Delon. Kami makan malam di dekat pantai dengan lampu hias di sekeliling taman berwarna kuning keemasan. Aku tak akan pernah melupakan saat-saat itu.
“Delon, terima kasih ya, kamu sudah temenin aku selama satu minggu ini. Aku bahagia banget bisa jalan sama kamu.” Aku mulai membuka obrolan.
“Iya Sil, aku juga bahagia. Kamu gak mau di sini aja sama aku? aku akan cariin pekerjaan buat kamu,” Ucap Delon.
“Enggak Lon, aku harus kembali ke Jakarta, masih banyak yang harus aku kerjakan,”
“Iya aku paham, kamu bakalan menemui pujaan hatimu,” Delon mulai terlihat sedih.
“Iya Lon, susah menghilangkan orang yang benar-benar kita sayangi. Maafkan aku.”
“Iya Sil aku tahu, kalau kamu bisa bahagia dengan Pak Nathan, akupun akan ikut merasakannya.” terpancar senyum darinya.
“Lon, aku ingin kamu melakukan sesuatu untukku.”
Apa? apapun akan aku lakukan Sil,” Dia mulai memegang kedua tanganku.
“Maya, tunanganmu adalah sahabatku di Jakarta. Aku mohon kamu mau menerimanya. Dia sangat baik, aku mengenalnya, dia suka sama kamu Lon.”
“Jadi dia teman kamu?” Dia sangat terkejut akan hal itu.
“Iya Lon, dia sahabat dekatku. Aku juga baru tahu beberapa minggu yang lalu, tapi dia belum tahu kalau aku telah mengenalmu,” Aku mencoba menjelaskannya.
“Iya, aku juga mulai menyukainya Sil, dia wanita yang baik. Tapi tetap, kamu masih yang no satu di hatiku Sil.”
“Terima kasih Lon, maafkan aku,” aku memeluknya.
8. Ikanku Mati, Pertanda burukkah itu?
Jakarta, Maret 2011….
Hari ini tepat 1 tahun aku berada di Jakarta, tapi berat badanku belum bisa turun sesuai yang aku inginkan. Aku berpikir belum saatnya aku menemui Pak Nathan, dan aku harus melanjutkan program dietku.
Setelah program dietku selesai aku baru menemuinya. Tapi anehnya Ikan yang diberikan Pak Nathan itu mati hari itu juga. Aku takut ini pertanda buruk, aku punya firasat kalau aku tidak bisa dipertemukan lagi sama dia. Tapi pikiran itu aku buang jauh-jauh, mungin karena umur ikan itu yang sudah tua, jadi ikannya mati.
Aku butuh satu tahun lagi untuk menyelesaikan program dietku, mudah-mudahan Pak Nathan bisa sabar menungguku.
Solo, Maret 2011………
Ikan yang dibawa Pak Nathan juga mati di hari yang sama dengan ikanku. Dia menunggu kedatanganku hari itu. Dia sangat cemas, dia tidak bisa fokus bekerja. Dia tidak bisa menghubungiku, karena aku tidak memberikannya no baruku.
Dia sangat kecewa keesok harinya, karena akupun tak juga datang. Bahkan dia sampai tertidur di depan pagar rumahku, menunggu kedatanganku. Karena aku tak juga muncul, dia memutuskan untuk kembali ke rumahnya.
Solo, September 2011…..
Enam Bulan berlalu, aku belum juga datang menemui Pak Nathan. Pagi itu Ibunya Nathan menemui Pak Nathan.
“‘Nathan anakku, umur kamu sudah 28 nak, bentar lagi 29. Semua teman-teman seumuranmu sudah menikah, bahkan ada juga yang sudah punya dua anak, tiga, bahkan empat. Apa kamu mau jadi perjaka tua? Apa yang kamu cari? hidup kamu sudah mapan. Apa kamu masih tetap ingin menunggu Silla gadis gendut itu? Kalau dia benar-benar cinta sama kamu, dia seharusnya datang menemuimu,”
“Dia sudah menghilang 1 tahun lebih, apa yang kamu harapkan dari dia. Dia mungkin sudah punya pendamping hidup,” Jelas ibunya yang sekarang tidak lagi marah-marah seperti dulu, mungkin karena sakit yang menimpanya, jadi dia sekarang berubah menjadi lebih lembut.
“Ma, aku sangat mencintainya, Mama pernah kan merasakan jatuh cinta? aku sayang sama dia Ma!”
“Mama tahu kamu sayang sama dia, tapi kenyataanya dia sudah menghilang. Dia tidak sayang sama kamu. Kalau dia sayang, cinta sama kamu, dia tidak akan pergi dari kamu selama ini. Mama punya pilihan yang tepat buat pendamping hidup kamu.”
“Oke Ma, aku sudah menyerah, mungkin Silla sudah bahagia di sana. Aku turuti apa yang Mama mau,” Pak Nathan menyerah dan mengikuti kata-kata ibunya.
“Besuk Mama akan membawa orang yang cocok buat pendamping hidup kamu dan membawanya ke sini untuk makan malam bersama kita,” Ibunya tersenyum bahagia, karena keputusan Pak Nathan.
Ternyata orang yang akan dibawa oleh orang tua Pak Nathan adalah Lury. Lury sekarang telah menjabat sebagai sekretaris di hotel itu setelah dia lulus kuliahnya yang juga mengambil jurusan sekretaris. Karena tidak enak, diapun menerima tawaran Ibu Pak Nathan.
“Ada acara apa Bu? kenapa saya diundang makan malam di rumah Ibu?” tanya Lury yang masih penasaran.
“Cuma makan malam biasa Lur, kamu dandan yang cantik ya. Nanti malam sopir Ibu yang akan menjemput kamu di rumah kamu, kamu harus datang ya,” Tegas Ibu Pak Nathan.
Ibunya Pak Nathan yakin kalau Lury menyukai Pak Nathan, karena Lury seringkali memuji Pak Nathan saat Lury sedang bersama Ibu Pak Nathan. Mereka berdua sering jalan bareng, terutama kalau Ibu nya Pak Nathan ke salon, Lury yang menemaninya.
Malam itu tiba, Lury dan Ibunya Pak Nathan sudah siap di tempat makan. 15 menit kemudian Pak Nathan datang. Dia sangat terkejut karena sudah ada Lury di tempat makan itu.
“Lury, kok kamu di sini?” tanya Pak Nathan bingung.
“Nathan, duduk dulu sini,” Saut Ibunya.
“Nathan, Lury, aku mau ngomong sesuatu kepada kalian. Mama sudah tua Than, kamu juga anak Mama satu-satunya. Mama ingin sekali gendong cucu seperti Ibu-ibu yang lainnya. Kamu mau Mama keburu tua terus tidak merasakan bagaimana rasanya menggendong cucu sebelum Mama meninggal nanti. Mama berencana menjodohkanmu dengan Lury,”
“Tapi Bu,” potong Lury.
“Lury, Ibu tahu, kamu sebenarnya suka sama Nathan, Ibu bisa melihat itu dari sorot mata kamu.”
“Mama mohon pertimbangkan keinginan Mama ini baik-baik ya Than, Lury.”
Usai makan malam, Pak Nathan mengantar Lury Pulang. Tak ada obrolan satupun di dalam mobil. Suasana lenyap seperti kuburan angker. Tibalah mereka di rumah Lury, Lury keluar dari mobil, dan mengucapkan terima kasih.
Sebelum dia membuka pintu gerbangnya, Pak Nathan memanggilnya.
“Lur, apa benar yang dikatakan mamaku? kalau kamu menyukaiku?” kata Pak Nathan yang keluar dari mobil.
“Pak Nathan, Silla sahabat baik saya, dia sangat menyayangi Bapak. Dia pasti kembali untuk bapak. Lury yakin akan hal itu, Lury tahu siapa Silla. Dia pasti menepati janjinya untuk kembali.”
“Saya tidak mau menghianati sahabat saya sendiri pak,” Lury pun melangkah ke dalam setelah membuka gerbangnya.
“Lur, aku hanya tanya, apa kamu menyukaiku?” tanya Pak Nathan berteriak Keras.
Lury pun berlari menuju rumahnya. Dia menangis sesampainya di kamar. Dia ternyata menyukai Pak Nathan, bahkan di kamarnya hampir semua dinding tertempel foto Pak Nathan.
Paginya Lury bekerja seperti biasa di hotel itu, seakan-akan tidak terjadi apa-apa semalam. Pagi itu dia menyapa Pak Nathan seperti biasanya. Siang harinya Pak Nathan meminta Lury ke ruanganya.
“Lury, Aku ingin kamu menemaniku nanti malam,” pinta Pak Nathan penuh harapan.
“Ke mana pak? ” tanya Lury bingung.
“Sudah kamu ikut aja, aku pingin membicarakan sesuatu sama kamu,”
Pak Nathan mengajak Lury pergi ke taman, tempat kami sering bertemu.
“Kamu tahu gak Lur? dulu aku sama Silla sering ke tempat ini, ngobrol sampai malam dan cerita banyak hal. Dia wanita yang baik, hanya dia yang bisa bikin aku ketawa dan bahagia. Tapi mungkin sekarang dia udah bahagia Lur di sana, dia udah lupain aku untuk selamanya,” Pandangan Pak Nathan jauh ke atas angkasa.
“Pak, Silla tidak mungkin seperti itu, dia pasti kembali pak, ” Lury mencoba meyakinkannya.
“Dari mana kamu bisa seyakin itu,”
“Ya karena Silla dan bapak saling mencintai”. jelas Lury.
“Sekalipun kami saling mencintai, tapi kalau Tuhan tidak menjodohkan, kami juga tidak bisa bersama Lur. Aku pikir benar kata Mama, kalau aku kelamaan nunggu dia, aku bisa-bisa jadi perjaka tua, ha ha ha,” Canda Pak Nathan.
“Ah bapak bisa aja,” Lury ikut tertawa.
Tiba-tiba Pak Nathan memegang tangan Lury dan mengajaknya berdiri.
“Lury, Aku tahu Silla sahabat kamu, kamu tidak ingin menghianati dia. Saat ini aku belum bisa mencintaimu seutuhnya, tapi aku akan berusaha melupakan Silla dan hanya mencintai kamu. Tolong bantu aku melupakan dia Lur.”
“Tapi pak,” Potong Lury.
“Lury, sudah hampir dua tahun Silla tidak ada kabarnya, dia pernah bilang kalau lebih dari satu tahun dia tidak datang, dia berarti sudah bahagia sama pilihannya.,” Pak Nathan Mencoba menjelaskan.
“Lur, Apakah kamu mau jadi pendamping hidupku selamanya?” pinta Pak Nathan yang berdiri tepat di depan Lury.
“Pak, saya sebenarnya sangat mencintai Bapak, mungkin lebih dari rasa cinta yang dimiliki Silla ke bapak. Tapi beri saya waktu pak untuk berpikir,,”
Setelah mereka berbicara panjang lebar, mereka pun meninggakan taman. Lury terus berpikir untuk berusaha mengambil keputusan. Dia bingung antara cinta atau persahabatan. Setelah mereka sampai di rumah Lury, Lury tiba-tiba mencium pipi Pak Nathan dan Bilang “Saya mau jadi pendamping hidup bapak”.
Lury membuka pintu dan meninggalkan Pak Nathan. Betapa bahagianya Pak Nathan saat itu, dia sangat bahagia karena akhirnya Lury mau menjadi pendamping hidupnya, itu artinya Lury sudah siap dinikahi Pak Nathan.
Jakarta, Maret 2012………..
Genap dua tahun, berat badanku turun 30 kilo, sontak aku tak percaya, tapi ini kenyataan. Usahaku selama ini berhasil. Aku meminta ijin kepada kedua orang tuaku untuk kembali ke Solo. Aku ingin menemui Pak Nathan dan Lury sahabatku. Aku cuti selama 10 hari dari hotel tempatku bekerja.
Aku ambil lagi no. telpon Pak Nathan dan sahabatku Lury yang telah aku tulis dan kuletakkan di kotak lemariku. Aku tidak memberitahu Pak Nathan dan Lury kalau aku datang ke Solo.
Sore itu aku tiba di rumahku di Solo. Aku menulis sebuah pesan dan aku menyuruh seseorang untuk mengantarkannya ke Hotel milik Pak Nathan. Aku menulisnya di kertas dan aku letakkan di sebuah batang mawar putih yang siap diantarkan ke Hotel itu.
“Aku tunggu kamu di taman malam ini”.
Pak Nathan bingung siapa orang yang mengirimnya, karena aku tidak memberikan nama di pesanku itu. Aku ingin membuat kejutan untuk Pak Nathan. Tapi karena bunga itu mawar putih, jadi dia pasti tahu kalau aku yang datang.
Aku sudah menunggunya sangat lama, bahkan dari sore hari. Aku ingin cepat-cepat menemuinya karena aku sangat merindukannya. Aku bersembunyi di balik salah satu satu pohon besar di sana. Pak Nathan pun datang dan berdiri tepat di tengah taman, dan dia berteriak :
“Silla, kamu kah itu? di mana kamuuu?”
Tidak lama aku datang dari belakang dan menutup matanya.
“Sil, Silla, kau kah ini? tapi kenapa tanganmu kecil?” Dia memegang tanganku saat aku masih menutup matanya. Tak lama akupun membuka matanya. Dia menoleh dan sangat kaget melihat perubahanku.
“Kamu beneran Silla? Enggak, nggak mungkin, aku pasti hanya bermimpi.”
“Pak Nathan, ini saya Silla, saya kangen sama Pak Nathan.”
“Bapak tidak mau memeluk saya, dulu bapak tidak bisa menyatukan tangan bapak saat memeluk saya, coba sekarang,” candaku ke Pak Nathan.
“Kemana saja kamu? aku kangennn banget sama kamu Sil. Aku pikir kamu sudah dapat cowok di sana,” Pak Nathan memelukku erat, dan tak lama dia melepaskan pelukannya.
“Maafkan saya Pak, maaf kalau saya ingkar janji. Dulu saya janji kembali setelah 1 tahun, tapi Silla belum siap Pak, karena badan saya belum turun. Tapi sekarang saya sudah benar-benar siap untuk ketemu Bapak. Saya lakuin semua ini demi Bapak.”
“Silla, kamu gak perlu lakuin ini semua, aku mencintai kamu karena ketulusanmu dan kebaikanmu. Walaupun kamu gendut, kurus jelek, aku tetap mencintai kamu. Untuk apa kamu mengejar kesempurnaan jika aku sudah terlanjur mencintai kekuranganmu Sil.”
“Tapiii..” Pak Nathan melepaskan genggamannya.
“Tapi apa Pak? apa Bapak sudah punya wanita lain?” Pak Nathan hanya diam dan meneteskan air mata.
“Jawab Pak,” kataku cemas.
“Silla, maafin aku, ini semua salahku, karena aku tidak sabar menunggumu,” Pak Nathan memalingkan mukanya.
“Siapa wanita itu Pak?” aku berusaha mendekat dan menatapnya”.
“Aku kira kamu sudah melupakanku dan menikah dengan laki-laki lain di sana, tapi ternyata aku salah. Kamu lakuin ini semua demi aku Sil, aku benar-benar bodoh. Silla aku janji, aku akan memutuskan wanita itu demi kamu.”
“Tidak Pak, ini mungkin salah saya, dalam satu tahun saya seharusnya menemui bapak dulu. Bahkan Ikan yang Bapak berikan sudah memberikan tanda bahwa saya harus menemui bapak. Ikan itu mati tepat satu tahun kita berpisah Pak, tapi saya tak menghiraukan hal itu. Di dalam pikiran saya, saya hanya ingin cepat-cepat melaksanakan diet saya agar saya bisa bertemu dengan bapak dengan badan yang seperti ini.”
“Silla, Malam ini juga aku akan memutuskan wanita itu,”
“Pak Nathan tunggu, Bapak tidak boleh mempermainkan perasaannya. Jangan sampai dia jadi korban masalah kita ini. Saya ikhlas melepas Bapak asalkan Bapak bisa bahagia dengannya.”
“Hanya kamu Sil yang bisa membuatku bahagia, sekarang maupun nanti.”
Setelah ngobrol panjang aku diantar pulang Pak Nathan.
Aku memohon Pak Nathan untuk tidak memutuskan wanita itu, dan kita akan menyelesaikannya bersama-sama. Semua undangan pernikahan Pak Nathan sudah disebar, bahkan rumah Pak Nathan sudah mulai dihias, itu tandanya hanya beberapa hari lagi mereka akan menikah. Alangkah bodohnya aku kalau aku sampai membuat semua ini berantakan.
Buatku, melihat orang yang aku cintai dapat merasakan bahagia sekalipun dengan orang lain. Aku jauh lebih bahagia, dari pada dia bersamaku tapi tidak merasakan kebahagian itu. Tuhan sudah mengijinkanku merasakan bagaimana merasakan cinta yang begitu indah, aku sudah bersyukur, sekalipun aku tidak bisa memilikinya.
*** *** *** *** ***
Pagi itu aku berencana menemui sahabatku Lury, aku belum memberitahunya kalau aku sudah ada di Solo. Sesampai di rumahnya, ternyata Lury belum ada, dia pergi ke pasar dekat rumahnya.
“Silla sekarang bisa kurus seperti ini ya, kok bisa?” tanya ibu Lury, sesampai aku di rumahnya”
“Iya Bu, saya diet.” jawabku sambil tersenyum.
“Kebetulan kamu ada di sini Sil, bantuin Ibu masak ya? masakan kamu enak.” Aku pergi ke dapur.
“Kenapa banyak sekali Bu yang mau dimasak? memang ada acara apa?” tanyaku yang mendekati ibu Lury.
“Lury belum cerita sama kamu? haduh anak itu. Lury minggu depan mau menikah, besuk akan diadakan pengajian, agar lancar nanti pernikahannya.”
“Selama dua tahun ini kami belum ketemu Bu, kami pun tidak berhubungan sama sekali, karena saya tidak memberikan no baru saya ke Lury. Lury sudah mau medahului saya menikah ya bu?” aku bahagia mendengarnya.
“Iya, buruan sana kamu, ikutan nikah muda,” canda ibu Lury.
“Bentar ya, ibu buatin minum dulu, kamu mau minum apa?” Ibu Lury membuatkanku teh manis hangat.
“Ibu ini repot-repot. Bu, emang siapa calonnya Lury?”
“Kamu masuk saja ke kamarnya, kamu lihat sendiri, kamarnya dipenuhi foto calon suaminya. Ganteng banget lho Sil orangnya.”
Aku menuju kamar Lury. Seakan tak percaya sama yang aku lihat. Semua dinding kamar Lury dipenuhi foto-fotonya dengan Pak Nathan. Bahkan terlihat surat undangan pernikahan atas nama Nathan Kurniawan dan Lury Pramudita. Aku hanya bisa mengangis dan serasa ingin pingsan. Karena aku baru tahu ternyata orang yang akan dinikahi Pak Nathan adalah Lury.
Tak lama Lury masuk ke kamar. Dia terkejut melihatku di kamarnya.
“Silla Kubis, kamu beneran Kubis?”
“Tapi Sil, ini semua tidak seperti apa yang kamu pikirkan. Aku…,” kami saling berpelukan.
“Lur, kemarin aku sudah ketemu Pak Nathan, dia juga cerita kalau dia mau menikah dengan wanita pilihan orang tuanya, bahkan dia akan memutuskan wanita itu.”
“Aku baru tahu sekarang kalau ternyata itu adalah kamu. Kalau aku tahu itu kamu, aku tidak pernah ijinkan dia memutuskanmu sampai kapanpun, dan aku juga tidak akan pernah muncul di hadapan kalian saat ini.”
“Sil, Nathan mencintai kamu. Sekalipun dia mau menikah denganku, belum tentu dia mencintaiku.” Lury mencoba menjelaskan.
“Lury Wortel, kamu sahabatku, kamu bahagia, akupun demikian. Aku juga baru tahu ternyata kamu sudah lama menyukai Pak Nathan, bahkan sebelum aku bertemu dengannya. Hanya saja kau tidak berani mengatakannya,” aku sempat membaca isi diary nya.
Lury sudah mengagumi Pak Nathan saat dia awal-awal bekerja di Hotel itu, tapi dia hanya menyimpan perasaannya itu. Menurut Lury, tidak semua cinta itu harus diungkapkan, kita terkadang harus memendamnya agar tidak menyakiti orang lain. Dan orang lainnya itu adalah aku.
“Lur, please dengerin aku, aku ingin kamu tetap menikah sama Pak Nathan. Aku mencintainya, tapi aku lebih rela dia menikah denganmu dan bisa bahagia dengamu. Kalau saja aku tidak pernah datang hari ini, dan selamanya pasti hubungan kalian akan baik-baik aja,” Aku terus memohon kepada Lury.
*** *** *** *** ***
Siang itu aku mengajak Lury ke taman tempat yang sering aku datangi, tak lupa aku undang Pak Nathan ke tempat itu juga. Dia pun datang, dia juga terkejut karena aku tidak sendirian melainkan bersama Lury.
“Silla..?” Pak Nathan terkejut melihatku dan Lury.
“Pak Nathan, Lury,” aku pegang masing-masing satu dari tangan mereka.
“Kalian satu minggu lagi menikah. Aku mohon menikahlah seperti yang kalian rencanakan. Kalian memutuskan untuk menikah karena kalian saling menyayangi, dan bukan tanpa sebab kalian akan menikah.”
“Tapi Sil…” Potong Pak Nathan.
“Pak Nathan, sebelumnya saya juga minta maaf, maksut tujuan utama saya datang menemui kalian berdua adalah…. Karena Aku ingin mengundang kalian juga untuk menghadiri acara pertunanganku dengan Delon, tunanganku.” aku harus berbohong agar mereka tetap menikah.
“Silla, pasti kamu berbohong? kamu hari ini tidak seperti semalam saat kita bertemu! Kamu bohong silla!” jelas Pak Nathan seakan tak percaya.
“Pak, kemarin saya terlalu bahagia karena bertemu orang yang dulu pernah saya cintai, jadi seakan lupa kalau saya sebenarnya ingin bilang kalau saya ingin bertunangan,” jelasku ke Pak Nathan.
“Tidak silla! enggak mungkin!” Pak Nathan menggelengkan kepalanya.
“Dulu memang saya pernah mencintai Bapak, tapi sekarang tidak, sudah ada orang lain di hati saya, dan itu bukan Bapak”. aku terus berusaha meyakinkan Pak Nathan.
“Silla, kamu gak akan lakuin ini semua!” Pak Nathan masih tidak percaya perkataanku.
“Pak, percayalah, saya akan bertunangan dengan orang pilihan saya dan saya sangat mencintai dia.”
Pak Nathan pun langsung pergi meninggalkanku. Dia membawa Lury bersamanya.
Aku hanya bisa menangis, aku lakuin itu semua demi Lury sahabatku, biarlah dia bahagia dengan Pak Nathan, walaupun aku harus menderita selamanya.
*** *** *** *** ***
Ternyata Pak Nathan mempercepat pernikahnnya.
“Pak Nathan, kenapa kamu tiba-tiba ingin mempercepat pernikahan kita? Lury bertanya kepada Pak Nathan.
“Lury, mungkin Silla benar, kaulah jodohku, dia wanita yang jahat! dia Sudah menyakitiku. Dia tega lakuin ini semua!
“Pak Nathan, mungkin dia lakuin ini semua terpaksa. Temui dia Pak, dia pasti hanya berbohong.”
“Lur, aku janji, bahkan bersumpah, mulai sekarang hanya ada kamu di hati aku. Aku tidak terpaksa lakuin ini semua, aku tulus Lur. Aku sayang sama kamu.” Pak Nathan memegang tangan Lury dan memeluknya.
Lury hanya bisa terdiam dan dia menyetujui kalau pernikahannya akan dipercepat.
9. Hari Pernikahan
Hari pernikahan dipercepat, dan tibalah hari itu acara pernikahan Pak Nathan dan Lury. Mendengar Acara pernikahan mereka dipercepat, hatiku sakit, dan baru kali ini aku merasakan sakit seperti ini.
Pagi itu kulihat langit begitu indah, awan putih berjalan-jalan menghiasinya.Angin berhembus pelan-pelan dan membawa kesegaran. Tapi, pagi yang indah itu sama sekali tidak bisa mengobati suasa hatiku yang resah.
Hatiku sakit bagai di panah ribuan busur Panah. Darahku seakan tak mengalir lagi, hanya dingin yang kurasakan.
*** *** *** *** ***
Aku di undang Lury untuk datang ke acara pernikahannya. Akupun menghubungi Delon dan memintanya untuk pura-pura menjadi tunanganku agar menemaniku di pernikahan mereka. Sekaligus aku ingin memperkenalkannya ke Pak Nathan agar dia percaya.
Aku telah meminta ijin ke Maya, dan dia setujui akan rencanaku itu. Maya sudah tahu kalau akulah yang dicintai Delon selama ini. Maya terima semuanya, karena Delon juga sudah mulai mencintainya, dan mereka berdua bulan depannya rencana akan menikah.
Pagi hari sebelum acara pernikahan Pak Nathan dan Lury, Delon sudah sampai di Solo. Dia mau aku ajak pergi kepernikahan Lury dan mengaku sebagai tuananganku, dan kebetulan Delon juga diundang di acara tersebut.
Aku berusaha tenang menghadapi semua ini, aku percaya takdir Tuhan itu Mulia. Jodoh sudah ditentukan oleh Tuhan, Sekuat apapun aku berusaha, kalau Tuhan tidak mengijinkanku bersama Pak Nathan, aku tidak akan bisa bersamanya.
Setelah selesai mandi dan berdandan, aku dijemput Delon untuk menemaniku datang ke pernikahan Lury dan Pak Nathan.
Sesampainya di sana kulihat mawar putih mengelilingi Gor tempat mereka akan menikah. di mana-mana berhamburan bunga mawar putih. Sebelum aku mengucapkan selamat kepada Pak Nathan dan Lury, aku bertemu Ibunya Pak Nathan.
“Kamu silla?, tanya Ibu Nathan seakan tak percaya.
“Iya Bu, saya Silla,” aku jawab dengan penuh keyakinan. Kali ini aku sudah berani menatap matanya.
“Badan kamu bisa jadi seperti ini sekarang, baguslah kalau gitu,” dia tersenyum, dan ini pertama kalinya aku melihatnya tersenyum.
“Iya Bu,” jawabku balas senyumnya.
“Ini Pacar kamu?” tanya Ibunya Pak Nathan melanjutkan obrolan.
“Betul Bu, ini Delon, karyawan Ibu dulu,” Delon bersalaman dengan ibunya Pak Nathan.
“Oiya, Ibu ingat, ya sudah saya pergi dulu, kamu silahkan menikmati makanan di sini.”
Aku tak memperdulikannya lagi, sekalipun dulu dia pernah menghinaku dulu. Semua sudah aku lupakan dan aku maafkan. Karena perkatan Ibunya Pak Nathan yang bisa merubah aku seperti ini. Terkadang motivasi itu tidak hanya datang dari orang terdekat kita, orang lain yang kita benci pun bisa memberikan motivasi itu.
Semua tamu hampir selesai memberikan ucapan selamat ke Pak Nathan, sekarang giliranku.
“Pak, selamat ya, semoga bapak bahagia dengan Wortel, sahabat terbaikku. Ini kenalin Calon tunangan saya, bapak pasti sudah mengenalnya, mantan koki Bapak dulu,” Pak Nathan masih marah, dia pun tak menatapku.
Setelah bersalaman dengan Pak Nathan, sekarang giliran ke Lury,
“Wortel sahabatku, bahagiakan Pak Nathan ya selamanya, jangan pernah mengecewakan dia,” ucapku yang tidak bisa membendung air mata lagi dan memeluknya.
“Iya Kubis, aku janji, terima kasih atas semua yang telah kamu lakukan,”
*** *** *** *** ***
Setelah selesai acara pernikahan itu, mereka berdua naik mobil mewah yang sudah dihias dengan pita dan bunga mawar putih. Selanjutnya mereka akan menuju ke rumah Pak Nathan. Semua tamu yang hadir melambaikkan tangan untuk mengucapkan selamat jalan.
Pak Nathan mengemudi sendiri mobil itu, dan Lury berada tepat di sampingnya. Kecelakaan maut menimpa mereka, Pak Nathan terluka parah dan dibawa ke UGD, sementara Lury temenku hanya luka ringan. Bersamaan itu, aku yang masih berada di Gor tempat resepsi.
Setelah Acara pernikahan itu selesai, Delon memutuskan untuk kembali ke Bali, karena dia hanya ijin kerja selama 1 hari.
Sebelum pulang ke rumah, aku merasakan sakit di bagian perutku, tubuhku lemas, tak lama akupun jatuh pingsan. Aku dilarikan ke rumah sakit.
Ternyata Aku dilarikan ke rumah sakit di mana Pak Nathan dan Lury dirawat juga. Keadaanku sangat kritis saat itu. Menurut keterangan Dokter, aku terlalu banyak minum obat-obat pelangsing dan melebihi dosis yang dianjurkan. Aku memang banyak mengonsumsi itu tanpa peduli resikonya kelak, aku hanya ingin berat badanku turun, dan cepat menemui Pak Nathan.
Keadaanku sudah sangat kritis, badanku terasa sakit semua. Salah satu Suster menelpon orang tuaku agar mereka bisa datang ke Solo untuk melihat keadaanku.
Saat itu Pak Nathan juga dalam keadaan kritis, dia sudah lama menderita lemah jantung, ditambah lagi karena kecelakaan itu, jantungnya pun tidak lagi berfungsi dengan baik. Dia harus mendapatkan donor jantung secepatnya atau dia akan meninggal. Masalahnya sulit menemukan pendonor jantung.
Lury sudah sehat seperti biasanya. Dia hanya luka dijidat dan tangannya yang terlihat diperban oleh Dokter rumah sakit itu. Lury sangat cemas, dia hanya bisa menangis dan terus menagis.
Selang beberapa menit dia mendapat telepon dari Ibunya kalau aku juga dirawat di sana. Ibu Lury lahyang membawaku ke rumah sakit. Lury pun langsung menemuikku.
“Silla Kubis, kamu kenapa? kenapa kamu tiba-tiba begini,” dia terlihat sangat khawatir.
“Wortel jangan lebay gitu deh, aku gak apa-apa, aku cuma kecapean aja,”
“Gimana keadaan Pak Nathan?” aku mulai bertanya.
“Dia sangat kritis Sil, dan jalan satu-satunya hanyalah mendapat donor jantung, tapi itu musthahil, sulit mendapatkan donor jantung. Aku hanya bisa berdoa Sil, agar ada orang yang mendonorkan jantungnya untuk Pak Nathan.” Lury tidak berhenti menangis.
“Percayalah pasti Dokter segera mendapat kan donor jantung,” aku mencoba menenangkannya.
Kami berdua hanya bisa berserah diri dan berdoa. Tapi kenapa Pak Nathan dan aku jatuh sakit secara bersamaan? aku hanya berpikir mungkinkah Tuhan punya rencana indah di balik ini semua?
10. Ijinkan aku melihat kebahagian mereka
Seorang Dokter laki-laki memasuki ruanganku dan dua perawat menemaninya. Dia segera memeriksa keadaanku.
“Dokter, sakit apa yang aku derita ini Dok?” tanyaku yang masih berbaring di kasur.
“Kamu terlalu banyak mengkonsumsi obat-obatan pelangsing Sil, tubuh kamu tidak kuat menerimanya. Kamu boleh saja diet, tapi tidak harus dengan banyak obat-obatan seperti itu,” Dokter masih sibuk memeriksakku.
“Dok, apa Dokter juga merawat pasien yang namanya Nathan?”
“Pasien yang kecelakaan itu? Iya saya yang menanganinya. Apakah dia teman kamu?”
“Dokter, apa benar dia membutuhkan donor jantung?” aku kembali bertanya dengan serius.
“Iya Sil, dia membutuhka donor jantung secepatnya,” jawab Dokter itu.
“Dok, apa boleh saya mendonorkan jantungku ini.”
“Kamu itu masih bisa sehat seperti biasa lagi, kamu hanya butuh istirahat. Kenapa kamu ingin mendonorkan jantung kamu untuk dia? taruhannya nyawa Silla, apa dia kekasih kamu?” Dokter itu duduk di Kursi dan mencoba menjawab pertanyaanku.
“Dok, saya sangat mencintainya, aku mohon dok biarkanlah saya yang mendonorkan jantung ini.” Aku memegang tangannya dan memohon.
“Silla, kalau kamu mendonorkan jantungmu, sama saja kamu membunuh diri kamu sendiri,” jawab Dokter itu dengan penuh kesabaran.
“Dokter, aku iklhas apapun resikonya, aku ingin dia tetap hidup Dok,”
“Sil, kami hanya menerima donor jantung dari orang yang memang mereka sudah sekarat dan akan meninggal. Kamu itu masih bisa sehat seperti biasa, jadi kami tidak bisa melakukan itu. Sudah kamu istirahat dulu, jangan terlalu banyak pikiran, kami akan berusaha mencarikan donor jantung untuk Nathan secepatnya,”Setelah memeriksaku, dokter meninggalkan ruangan.
Ternyata Lury mendengarkan pembicaran kami dari luar, karena kebetulan pintunya sedikit terbuka, diapun langsung masuk menemuiku.
“Kubis jelek, apa yang kamu katakan ke Dokter tadi? kamu jangan pernah lakukan hal bodoh itu! Kamu ternyata membohongiku, kamu masih mencintai Nathan kan Sil? Bahkan kamu rela ingin mendonorkan jantungmu,” Lury memegang erat tanganku.
“Lury, Wortel sexy nan cantik, buatku melihat sahabat dan melihat orang yang aku cintai bahagia itu sudah cukup. Kalian baru saja menikah, tapi sudah dapat musibah sebesar ini, apa aku tega melihatnya?” air mata yang aku coba bendung pun seketika membasahi pipi.
“Kubis, jangan bodoh, kamu harus tetap hidup! Nathan pasti baik-baik saja. Dokter sudah berusaha semaksimal mungkin. Kamu Sil yang harusnya menikah dengan Nathan.” Lury pun meneteskan air matanya.
“Wortel, aku ini Kubis, Pak Nathan itu wortel, jadi dia yang harusnya bersama kamu, karena sama-sama wortel. Tuhan tidak akan pernah salah menjodohkan umatnya,” aku mencoba menenangkan Lury, sambil kuusap air matanya.
“Jangan ngomong seperti itu Kubis, kamu sekarang juga jadi Wortel, badan kamu sekarang tidak gendut lagi. Kamu sekarang sudah jadi Wortel sil ingat itu,”
“Tetap saja, dulu aku Kubis, sekarang, besuk, lusa dan sampai kapanpun akan tetap jadi Kubis, ha ha ha,” aku tertawa untuk meredakan suasana”
“Kamu malah becanda, aku sayang sama kamu Kubis. Aku ingin kita jadi sahabat selamanya. Aku ingin kita bertiga bersama-sama, tanpa ada halangan apapun,” seketika dia langsung memelukku.
“Aku juga sayang kamu Wortel,” akupun memeluknya erat.
“Setelah Pak Nathan sembuh nanti, biar aku bilang sama dia, agar dia juga nikahin kamu. Kita bertiga akan bahagia bersama, aku rela Sil dimadu,”
“Hus! ngomong apa kamu, dia udah jadi milikmu seutuhnya Lur. Jangan ngomong seperti itu, biarlah aku yang mengalah, aku lebih tua dari kamu.
“Gak apa-apa Sil, nanti biar aku yang ngomong sama Pak Nathan, kita harus jadi satu keluarga,” kata Lury yang mengusap rambutku.
“Hmmmmm, dasar Wortel! susah dibilangin! Aku ingin melihat keadaan Pak Nathan Lur,”
“Iya, nanti kalau kamu udah baikkan. Kita sama-sama ke sana, aku pergi dulu ya Sil, aku mau ngurus administrasi Pak Nathan dulu.”
*** *** *** *** ***
Aku sudah tidak sabar ingin melihat keadaan Pak Nathan. Aku cabut infuse yang melekat di tanganku. Aku berusaha berdiri dan berjalan menuju ke ruangannya. Aku terus berjalan dan mencari ruangan UGD.
Tidak lama kemudian akupun menemukan ruangannya Pak Nathan. di sana tidak terlihat siapapun yang berada di luar ruangan. Mungkin keluarganya dan Lury masih mengurusi administrasi dan mencari pendonor jantung.
Aku hanya bisa melihatnya dari kaca kecil yang terpasang di pintu. Pintu kamarnya tertutup rapat, aku lihat dia sangat menderita. Aku tidak tega melihatnya seperti itu. Akupun meninggalkannya, aku berjalan dan ingin mencari dokter Bram yang menangani Pak Nathan yang juga menanganiku tadi siang. Setelah aku menemukan ruangannya, di sana sudah Ibunya Pak Nathan.
“Dok, Apa belum ada pendonor jantungnya?” tanya Ibu Pak Nathan ke dokter itu.
“Iya bu, kami belum bisa mendapatkannya, ini sangat sulit didapatkan.” Jawab Dokter Bram.
“Ambil saja jantung ini buat anak saya Dok, biarkan dia hidup, aku sudah terlalu tua,” kata Ibunya Pak Nathan yang tersendat-sendat karena menahan air matanya keluar.
“Ibu, sekarang yang penting adalah berdoa, biarkan kami yanag berusaha mencarikan donor jantung,” jelas Dokter Bram.
Sebelum mereka selesai berdiskusi, aku sudah pergi meninggalkan ruangan itu. Tidak mungkin dokter bisa mendapatkan jantung secepat itu, keadaannya sudah sangat kritis. Yang ada dipikiranku hanyalah mendonorkan jantungku.
Aku kembali lagi ke tempat tidurku, tiba-tiba aku merasakan sakit yang luar biasa. Perawat yang melihatku lemah tak berdaya memanggil Dokter. Tak lama Dokter pun memberikan suntikan agar menghilangkan rasa sakit pada tubuhku.
Satu jam kemudian kedua orang tuaku dan adikku tiba di rumah sakit. Mereka langsung menanyakan keadaanku kepada dokter yang merawatku.
“Dok, bagaimana keadaan putri saya?” Ibukku mulai bertanya.
“Maaf bu sebelumnya, sepertinya ginjal dan hati anak ibu mengalami gangguan yang cukup serius,”
“Apakah tidak bisa disembuhkan dok?” Sekarang giliran Bapakku yang bertanya
“Sekali lagi saya minta maaf Bapak, Ibu, menurut pemeriksaan sementara Ginjal dan Hati anak ibu sudah sangat Kronis. Yang bisa saya lakukan saat hanyalah menghilangkan rasa sakitnya sementara, dan masih menunggu hasil pemeriksaan berikutnya. Penyakitnya sudah stadium akhir, hanya saja Silla terus menahan sakit itu. Sudah cukup lama sakit yang dideritanya,” jelas Dokter itu. Sudah hampir satu tahun aku merasakan sakit, tapi aku hanya fokus untuk program dietku agar cepat selesai.
*** *** *** *** ***
“Dok, Dokter Bram, Silla dalam keadaan kritis,” Salah satu perawatan menumui Doketr Bram setelah melihat keadaanku.
Dokter dan kedua orang tuaku berlari menuju ke ruangku. Kali ini sungguh aku tak berdaya lagi, tubuhku seakan ditusuk-tusuk ribuan pisau, kulitku terasa ada yang akan melupasnya., ditarik dan dicabik-cabik.
“Ibu, Ayah, maafkan Silla jika belum bisa menjadi anak yang baik dan belum bisa membahagiakan kalian. Sepertinya Silla tidak kuat lagi buk menahan sakit ini,” Kedua orang tuaku memelukku yang terbaring di atas kasur, tak hentinya mereka menangis dan berteriak, “Anakku jnagan pergi.”
Dok, Dokter bilang, hanya orang sekarat yang bisa mendonorkan jantungnya. Dok, saya mohon jika suatu saat nanti saya berada di posisi tersebut, donorkan jantung saya ini untuk orang yang sangat saya cintai, yaitu Pak Nathan,” aku berpesan kepada Dokter Bram.
Mendengar keadaanku, Lury langsung menemuiku.
“Lury, tolong berikan ini ke Pak Nathan ya saat aku telah tiada nanti. Biarkan aku mendonorkan jantungku ini,” aku menitipkan surat untuk Pak Nathan.
*** *** *** *** ***
Saat itu aku didatangi cahaya putih, apakah itu malaikat? Dia akan membawaku pergi, tapi aku minta kepadanya untuk memberiku kesempatan untuk menyaksikan kebahagian Pak Nathan dan Lury. Jika kelak mereka sudah bahagia, aku bersedia dibawa kemanapun malaikat pergi.
Kulihat tubuhku dibedah, semua Dokter menanganiku, begitu juga dengan Pak Nathan. Setelah Pak Nathan koma beberapa hari. Dia pun telah sadarkan diri. Setelah sehat, dia dibawa pulang ke rumahnya.
Lima tahun berlalu, Pak Nathan sudah sehat seperti biasa, bahkan sudah melakukan aktifitas seperti biasanya yaitu bekerja di Hotel miliknya. Pak Nathan dan Lury hidup sangat bahagia. Malam itu mereka nonton tivi bersama dan melihat-lihat foto-foto pernikahannya dulu.
“Tak terasa ya Pa, sudah 5 tahun kita menikah,” kata Lury yang bersandar di bahu Pak Nathan.
“Iya Ma, aku sangat bahagia mempunyai Istri secantik kamu dan punya Milly anak kita yang cantik ini,” mereka bertiga duduk di sofa dan melihat-lihat foto album pernikahan mereka dulu.
“Mama, lihat foto-foto kita ini, kamu terlihat sangat cantik saat pernikahan,” Pak Nathan menunjukkan foto itu ke Lury.
“Ah gombal ni Papa,” Lury pun mencubit perut Pak Nathan.
“Papa, Papa, kakak ini cantik yah. Milly menunjuk fotoku. Pak Nathan dan Lury saling menoleh.
“Iya Milly, dia Tante Silla. Dia sahabat mama dulu, dia wanita yang cantik wajahnya, sekaligus hatinya,” Lury memberi tahu Milly secara perlahan.
“Mama yakin dia secantik hatinya? bukankah dulu……,” kata Pak Nathan belum selesai yang di potong Lury.
“Ztttttt, papa gak boleh ngomong seperti itu! Dia sahabatku Pa, dia orang yang sangat baik di mata mama,” Lury membelaku.
“Iya deh yang sahabatnya Mama, tapi dia sudah aku hapus dari pikiranku jauh-jauh ma. Dia sudah menghianatiku Ma! “Jelas Pak Nathan”
“Papa, belum tentu apa yang ada dipikiran Papa itu benar. Percaya sama Mama, dia wanita yang baik,” Lury kembali bersandar di pundak Pak Nathan.
“Hmmmmmm, bela aja terusss. Oiya Ma, 5 tahun yang lalu, setelah kecelakaan yang menimpa kita, Mama bilang kalau Silla keluar negeri. Menikah di sana sama Delon, tapi sampai sekarang tidak ada kabarnya sama sekali ya Ma.” kata Pak Nathan yang mengelus rambut Lury.
“Katanya dibuang jauh-jauh, tapi kok masih kepikiran sama Silla. Papa masih sayang kan sama dia, hayo ngaku?” Lury meledek Pak Nathan.
“Apaan Sih Ma, kok mama gak cemburu? malah nanya itu sama Papa!”
“Buat apa cemburu, dia kan sahabat Mama. Apa yang aku miliki juga miliknya, dan sebaliknya, apa yang dia miliki juga milikku. Itu janji kita dulu Pa, ha ha ha,” Lury tertawa sambil memegang tangan Pak Nathan dan mencium tangannya.
“Mana ada janji seperti Ma, Mama ada-ada aja, ha ha ha,” Pak Nathan ikut tertawa, dan mencuim kening Lury.
“Mama sama Papa ngomongin apa sih? “ tanya Milly bingung saat mendengar obrolan mereka.
“Mama sama Papa Cuma bercanda sayang. Milly, Papa, Mama tinggal dulu sebentar ya,”
Lury pergi ke kamarnya dan mengambil surat yang telah aku titipkan kepadanya. Pak Nathan sampai sekarang memang belum tahu kalau akulah yang mendonorkan jantungnya. Sebelum kematianku, aku meminta semua orang merahasiakannya.
Lury ingin memberitahu semua kepada Pak Nathan, karena Lury saat itu yakin kalau Pak Nathan sudah siap.
“Papa,” Lury kembali ke Sofa.
“Iya Ma,” jawab Pak Nathan singkat.S
Ini ada surat dari orang yang akan selalu bernafas bersama papa,” Lury memberikan surat itu.
“Maksutnya surat dari Mama? kan Mama yang akan selalu bernafas dan bersama papa.”
“Baca sendiri ya Pa,” jelas Lury. yang hampir saja akan meneteskan air matanya, dia berusaha untuk tetap tegar.
“Mama romantis nih, pakai surat-surat begini,” canda Pak Nathan sambil memegang hidung Lury.
“Ya sudah aka baca di teras depan ya ma biar lebih romantis.”Pak Nathan menuju teras, Lury pun kembali menemani putrinya.
Pak Nathan mulai membaca suratku.
Pak, saat Bapak membaca surat ini, saya sudah berada di surga menunggu Bapak. Saya masih berharap kita bisa dipertemukan lagi.
Pak, Saya hanya ingin Bapak tahu, kalau saya sangat mencintai Bapak. Saya mencintai Bapak hanya dalam dua waktu, yaitu sekarang dan selamanya.
Saya sangat bersyukur, Tuhan sudah mengijinkan saya mencintai Pak Nathan. Rasanya mencintai Bapak itu membahagiakan, tak bisa ditulis dengan kata-kata karena keindahannya.
Pak, Saya bahagia sekarang, bisa bernafas bersama Bapak, bersama Bapak setiap hari. Saya bukan hanya bisa memeluk Bapak, saya bahkan sudah menyatu dengan Bapak.
Mungkin hanya ini cara saya mencintai Bapak. Dan agar bisa selalu bersama Bapak.
*** *** *** *** ***
Setelah membaca itu, Pak Nathan menangis, lalu dia memanggil Lury.
“Mama,” Lury berlari ke teras.
“Iya Pa,” Lury pun langsung memeluknya dari belakang.
“Apakah Silla Ma pendonor jantung buat papa? tanya Pak Nathan yang tidak berhenti meneteskan air mata. Dia pun menjatuhkan dirinya ke lantai dan duduk. Lury terus memeganginya dari belakang.
“Iya Pa, dialah yang mendonorkan jantungnya untuk papa. Maafkan mama baru bisa memberikannya sekarang. Pa, cintanya Silla begitu besar buat Papa. Dia hanya berbohong untuk bertunangan saat itu. Dia ingin kita bahagia Pa,”
“Sillaaaaa, maafin aku, aku sudah berpikir salah tentang kamu,” Pak Nathan teriak keras sambil menatap langit.
“Apa yang bisa aku lakukan untuk menebus kesalahanku Silla,”
Bunga Marah Putih yang di tanam Lury di pot rumahnya aku ambil dan aku lempar ke arah Pak Nathan.
“Mawar Putih Ma, Silla ada di sini Ma,”
“Papa, dia akan selalu ada buat kita, percayalah Pa, dia sudah bahagia di surga, yang perlu kita lakukan sekarang adalah kebahagian kita, biar dia juga ikut merasakannya. “Lury mendekat dan menyentuh jantung Pak Nathan”
Milly kemudian keluar dari dalam rumah dan mendatangi mereka.
“Papa kenapa menangis ma?” tanya Milly yang langsung di gendong Lury.
“Papa tidak apa-apa sayang,” jawab Lury sambil mencium Milly.
“Milly anak papa,” Pak Nathan mendekat.
Mereka bertiga saling berpelukan.
Aku sekarang sudah bahagia, tak ada kebahagian seperti yang kurasakan ini. Cahaya putih itu datang lagi, kali ini dia benar-benar ingin membawaku. Karena mereka semua sudah bahagia, akupun harus dibawa kemanapun untuk mempertanggungjawabkan perbuatanku selama hidup di dunia.
Lakukanlah apapun untuk orang yang kalian cintai, sekalipun orang yang kita cintai tidak bisa bersama kita.
Cinta yang sebenarnya adalah membahagiakan orang lain, bukan hanya bagaimana cara mendapatkannya.
Bahagialah kalian yang sudah diberi kesempatan Tuhan untuk mencintai seseorang walaupun kalian tidak bisa memiliki selamanya.
Percayalah, Takdir Tuhan itu lebih baik dari apapun yang kita rencanakan.
TAMAT
Wowww….tamat dong baca novel ini….aku kira mau cerita tentang wortel dan kubis beneran, ternyata cuma julukan aja. Hehehe. Bagian awal ceritanya panjang tapi mulai ke bagian akhir kesannya penulis pengen cepet-cepet selesai. Padahal kalau dikembangin lagi pasti bakalan bikin trenyuh. Oiya, just info masih ada kesalahan penulisab umur yg harusnya 27 jd 29, sama nama pak Nathan yg sebelum Roni..iya gak sihh hehehe. Overall salute lahh bisa bikin novel sepanjang ini. DAEBAK!
Cerita cinta emang ngga akan pernah abis buat dieksplor..
Buat gw pribadi, sisi positif dari cerita cinta yang ngga happy ending yaitu ada hal tersendiri yang bisa dilihat yaitu belajar menerima realita apa adanya dan belajar mengarahkan fokus ke hal-hal yang baik (meskipun pada praktiknya sulit ya 😀 )
Bang Jun coba novelnya diposting di wattpad, terus ceritanya ditouch up lagi. Siapa tahu banyak pembaca yang suka terus dilirik penerbit.
Dari awal kenal bang Juna, saya sudah lihat, begitu banyak potensi diri yang keren banget untuk dikembangkan. Kemampuan menulis, salah satunya. Novel kubis dan wortel adalah tulisan yang tulus, sarat pesan, optimis dan menyentuh. Congrat Bang….
Kadang kalau udah sangat mencintai apapun dilakukan meski tidak dapat memiliki, serius ini ceritanya bagus kak jun, hebat euyy teruskan ya kak, karyanya, tapi plisss dibagi2 per bab ya. Sukses ya kak..
Keren novelnya btw diawal cerita pak Nathan dibesarkan seorang single parent klo ga salah ya..sama mamanya seorang..tapi diakhir pas pak Nathan kritis kok ada papanya yg mau kasih donor jantung nya ..
Kisah persahabatan yang mengharukan rela berkorban demi kebahagiaan sahabatnya, Silla sungguh kebaikan hatimu tulus sekali
*akhirnya kelar juga bacanya.
Cerita yang sangat bagus mas. Endingnya tidak ketebak bakal kayak gini sih. Kirain salah satunya menikah dengan Pak Nathan, dan satunya dengan pilihan yang lain. Ternyata tidak begitu, tokoh satunya ikut “hidup” dalam diri Pak Nathan.
Terima kasih untuk ceritanya mas 🙂
Endingnya gak ketebak Kak. Keren. Susah lho mikirnya bt bikin ending yang gak ketebak gitu.
Saran aja Kak. Mending di tulis wattpad aja. Terus coba share juga ke teman2 yg suka nulis cerita panjang gitu Kak. Biar bisa belajar bareng hehehe
Wahhh ceritanya panjang banget. Kisah persahabatan dan cinta segitiga emang selalu menarik untuk dibahas hehehe.
Tapi ending mewek macam apa itu. Menyebalkan
Ending yang epick untuk cerita kubis & wortel, alur ceritanya juga mantap jun.
Ceritanya menarik, dan lebih menarik lagi jika alurnya ngga terlalu cepat. Biar ngga terkesan terburu-buru gitu. Seperti pada bab ketiga, saat si bos ngajak cleaning servis makan malam, meski dg alasan mencoba menu baru, tapi kayaknya terlalu dipaksakan deh. Ya sebagai cewek aku sih memposisikan diri sebagai si Kubis itu, dan kayaknya ngga mungkin deh ada bos yg kek gitu. Hahaha. Apalagi pada hari sebelumnya si Kubis sempat melakukan banyak kesalahan dan hampir dipecat.
Tapi overall aku kasih 2 jempol deh. Jempol yg pertama buat alur ceritanya dengan ending plot twist. Jempol kedua apresiasi buat penulis dan terima kasih banyak karena novel ini aku telah memecahkan rekor membaca novel, yg selama ini halaman bisa seminggu bahkan sebulan. Tapi kali ini dalam 4 jam. Waooow.
wah keren banget bisa membuat novel begini ka, cinta segitiga dalam persabahatan yang adem-ayem ya ini tanpa dendam diantara mereka
wow…kirain bakal bahas sila dengan self love nya, ternyata…..endingnya nge twist gini
salut sama mereka yang bisa menuangkan imajinasinya dalam bentuk tulisan sepanjang ini.
saluutt, i wish postingan ini di bagi per bab hahahahaha
Ya ampun aku dua hari baca Novel Kubis dan Wortel ini hihihi…panjaang, tapi seru
Ceritanya ngalir dan sederhana tapi pesan moralnya bermakna.
Ayo Kak Juna nulis lagi di aplikasi novel..berbakat lho dirimu.
Bisa nulis dengan dialog panjang dan cerita menarik begini.
Terus semangat. Ditunggu karya selanjutnya yaa
Udah lama banget ya, novelnya dari tahun 2013. Kayaknya perlu diedit lagi. Agar lebih sesuai dengan gaya bahasa masa kini. Semangat terus berkarya ya Bang Juna!
Waduh keren deh bisa menulis cerita sepanjang ini.
Jadi cinta yang sebenarnya adalah membahagiakan orang lain ya…duh so sweet sekaligus so sad.
ya amponnn kakk junaaaa, akhirnyaa aku berhasilll baca sampai finishhh hahahhaha.
inilahh yg bikin hebohhh grup minggu ini yaa hahhaa… kak jun di bikin perbab kak, trus coba di buku kan .. aku pasti beliiii krn alur cerita nya seruu, meski ada kurang nya sihh tapi masih okelahhh… ditunggu karya nya lg yaa kk
Akhirnyaaa selesai baca, dan aku kesel sendiri sama sikap Nathan yg plin-plan. Udah gak sabar nunggu Silla, pas Silla Dateng dia goyah lagiii. Kok aku emosi yaa sama sikap Nathan wkwwk.
juna ini berbakat menulis. Boleh ni didokumentasikan di wattpad, siapa tahu jun bs jadi penulis terkenal
Cinta yang sebenarnya adalah membahagiakan orang lain, bukan hanya bagaimana cara mendapatkannya. Ini ngena banget sih.. keren kak huuu bacanya sambil sedih..
Ini artikel blog yg terakhir aku baca, bukan terakhir bacanya tapi terakhir selesai cicil bacanya. Huaa ceritanya agak2 ada bumbu nyeseknya yha. Hmm cinta segitiga dlm persahabatan hm hm.
Keren deh kak juna ternyata bisa menulis cerita macam gini, panjang pulak. Biasanya kn mentok gitu. Tp ini engga. Salut
Cinta segitiga dalam persahabatan…nyesek banget deh ah kl udah ngadepin cinta segitiga. Mending mundur alon-alon. Ku tak sanggup.
Juna ini menandakan orangnya ga pelit berbagi, terlihat bagaimana dia share semua bab di novel yang dia tulis. Di-share bukan buat dapet cuan, mangkanya dia ga share di Wattpad.
Anyway ingin bertanya, Jun. Elo dapat inspirasinya darj mana dan siapa? Hahaha.
Heem rada sedih sih silla sakit gara2 diet. Terus diet gara2 Pak Nathan. Kurang menjunjung self love nih. Wkwk. Eh tapi kayaknya masih banyak sih orang yang suka melakukan hal yang nggak sehat untuk dieet.
Juun kalo bikin cerita bagi per bab ya besok2. Biar lebih syahdu gitu bacanya. Eaaa. Hihi
Aku masih cicil baca, baru sampai bab 3 nih, Kak. Tapi akan dilanjutkan besok karena menarik & bikin penasaran. Ini enggak berniat buat diupload di wattpad kah? Mungkin bisa disesuaikan dengan setting tahun 2020 juga, hehe.
Anyway, keren euy 2013 udah bisa bikin novel begini! Bagi-bagi tipsnya dong, Kak.
Juna, I’ll be back to continue reading..wkwkwk